Pages

Friday, December 21, 2018

Wanita Tangguh Pejuang Mimpi

Beberapa bulan yang lalu.....

“Kamu lagi di mana ? Di Indonesia kah ?” tanya wanita itu dalam sebuah chat di facebook.

“Iya, kenapa ?” tanya saya balik.

“Liburan ini mau ke mana ?” tanyanya lagi.

“Ga tahu, Myanmar mungkin,” jawab saya asal.

“Woooow, kalo kamu ke sana, aku ikutan dong,” balas wanita itu.

GLEEEK. Entah mimpi apa saya wanita ini mengajak saya ngebolang bareng....

********

Wanita.... Aihhh, membicarakan topik ini memang tidak akan pernah ada habisnya. Wanita adalah sosok yang luar biasa. Tanpa mereka tentu kita semua tidak akan pernah terlahir ke dunia bukan ? Dan saat ini kita sedang memperingati hari ibu, hari untuk mengapreasi wanita – wanita tangguh yang telah berjuang untuk mengandung, melahirkan, dan membesarkan anaknya. Bahkan tidak sedikit yang hampir atau telah kehilangan nyawanya demi sang buah hati.

Kali ini saya akan bercerita tentang kakak saya, sosok wanita tangguh yang telah memberikan banyak inspirasi untuk saya. Sejak kecil doi suka sekali membaca buku cerita tentang petualangan karya Enid Blyton seperti Lima Sekawan, Pasukan Mau Tahu, Sapta Siaga, dan lain – lain. Buku – buku itu dipinjam dari temannya dan dibawa pulang ke rumah.

Namanya juga sama – sama suka membaca, sayanya ikutan pinjam dong. Eh ternyata ceritanya seru dan saya ketagihan membaca. Kami berasa dibawa ke dimensi yang berbeda. Lalu sampailah kami di suatu frekuensi mimpi yang sama. Kami mau mengalami itu, kami mau merasakan indahnya petualangan, menjelajahi dunia.

Karakter kami sangatlah berbeda. Saya tipe orang yang sangat hemat. Walaupun uang jajan saya sehari waktu SD dulu hanya 1500 (sedangkan teman - teman saja yang lain saja minimal 20 ribu), saya tidak pernah belanja sama sekali. Uangnya selalu saya tabung dan biasanya saya pakai untuk membeli buku komik atau buku cerita kesukaan saya.

Sedangkan kakak saya ? Jangan ditanya deh. Borosnya gak ketulungan. Uang jajannya yang 2000 setiap harinya itu pasti selalu habis, bahkan kurang. Kalo udah kurang larinya ke siapa ? Ya pasti ke saya. Biasanya dia akan memohon – mohon gitu deh supaya saya mau pinjemin dia duit (walaupun pada akhirnya juga ga dikembaliin sih, hehe).

Seperti yang sudah pernah saya ceritakan di postingan sebelumnya, kami harus dititipkan di panti asuhan karena orang tua kami sudah tidak sanggup lagi menanggung biaya sekolah dan hidup kami. Saya yang waktu itu masih SD dititipkan ke sebuah panti asuhan di Negara, sekitar 120 an km dari tempat tinggal orang tua kami di Denpasar. Kemudian kakak saya yang beranjak kelas 3 SMP dimasukkan ke Panti Asuhan di Dalung, berjarak 12 km dari Denpasar.

Berbeda dengan saya yang hidup secara nomaden seperti manusia purba yang berpindah – pindah dari Negara kemudian ke Yogya saat SMP dan kembali ke Denpasar saat SMA dan kuliah, kakak saya terus tinggal di panti asuhan sampai dia kuliah. Kami sama – sama melalui proses hidup yang cukup berat. Tapi, proses itu menjadikan kami pribadi yang matang.

Perubahan pun terjadi. Sang Upik Abu pun berubah menjadi Cinderbolong eh Cinderella. Kakak saya berhasil menjadi orang pertama di keluarga inti kami yang pertama kali naik pesawat dan mengunjungi kota Jakarta (yang merupakan kota impian saya juga) saat dia study tour waktu SMK. Itu pake uang siapa ? Uangnya sendiri lah, karena dia bekerja di restoran sambil sekolah.

Saya pun termotivasi dan menyusulnya beberapa tahun kemudian saat SMA juga. Akhirnya saya bisa naik pesawat dan melihat kota Jakarta dengan mata kepala sendiri. Rasanya sangat terharu dan bahagia. Siapa yang membantu biayanya ? Tentunya si wanita tangguh tadi.

Lalu satu persatu mimpinya menjadi nyata. Beberapa tahun lalu doi lulus kuliah dan lagi – lagi dia orang pertama di keluarga yang meraih gelar sarjana. Termotivasi ? Pastinya, dan puji Tuhan Bulan September kemarin pun saya berhasil menyusulnya dan meraih gelar juga. Sungguh, nikmat Tuhan memang selalu ada dalam setiap proses kehidupan.

Gebrakan yang besar terjadi di tahun lalu ketika kakak saya berhasil menginjakkan kakinya ke Bangkok. Ya, wanita ini sekali lagi membuktikan tidak ada mimpi yang terlalu tinggi, semua pasti akan ada masanya. Lagi – lagi dia menjadi orang pertama di keluarga berhasil yang menginjakkan kaki ke luar negeri. Dia saja yang boros bisa, masak saya yang suka menabung gini ga mampu ? Dan keajaiban terjadi, beberapa bulan kemudian saya pun bisa ke luar negeri berbekal doa, tekad dan usaha.

Sejak itu kami jadi sering traveling dengan jalan kami masing - masing. Foto kami di sosial media pasti hampir selalu bertema traveling. Hingga beberapa bulan yang lalu kakak saya mengajak traveling bareng. Whaaaat ? Sayanya langsung kaget. Saya langsung berimajinasi yang aneh – aneh dan liar...

Kami tipe petualang yang berbeda. Kakak saya tipe traveler yang “high class”. Traveling bawa koper gede, tidurnya di hotel berbintang, suka banget belanja barang bermerk, makan di restoran mewah. Waktu liburan ke Bangkok saja dalam seminggu habis hampir 10 jeti, terus ke Singapura dua harian habis sekitar 8 jeti.

Berbeda dengan saya. Traveling selalu bawa satu backpack ala Dora The Explorer (sambil nyanyi aku peta, aku peta), tidur di hostel rame – rame, kadang tidur di bandara, sering jalan kaki, makan ya paling di pinggir jalan, ga suka belanja. Tiga hari di Bangkok aja ngabisin duit ga sampai satu jeti, dua hari di Singapura 500 ribu bisa survive. Maklum lah, gaji saya aja sepertiga gajinya dia. Beda pemasukan ya beda gaya hidup lah, hehe.

Tapi bagaimana kalau dua traveler yang berbeda ini bersatu ? Pastinya bakal menantang banget dan bakal banyak kejadian – kejadian yang seru. Baru saja saya membayangkan imajinasi liar ini ternyata saya baru sadar, tanggal kami tidak cocok dan berbenturan. Ya sudahlah, berarti belum jodoh. Semoga suatu saat nanti saya dan wanita tangguh ini bisa ngebolang bareng dan menghasilkan cerita yang seru dan pastinya akan saya share di sini juga.

Note : Salah satu mimpi terbesar kami adalah pergi ke yu - es, negara tempat Tante Liberty tinggal. Tapi, fakta yang mengejutkan adalah doi punya pacar orang asli sono. Dan yang bikin saya ngiler adalah pacar kakak saya rencananya bakal membiayai doi ke yu-es dan bakal bantu pengurusan visanya yang super duper ribet itu. Alamaaaaaaak, enaknyaaaaaa. Lalu apakah kakak saya juga yang akan menjadi orang pertama di keluarga kami yang menginjakkan kaki ke yu – es ? Huhuhuhu. Atau jangan – jangan saya yang akan lebih dulu ke sana ? (amiiiiiin). Yah, ga ada masalah sih siapa yang bakal ke sana duluan. Yang jelas saya sangat kagum dengan kakak saya ini, wanita tangguh yang sangat luar biasa dan selalu menjadi inspirasi.

Sunday, December 16, 2018

Ketika Mimpi Menjadi Nyata

Nguuuung nguuuuung nguuuung, ckiiiiiit........... Sebuah pesawat melaju tepat di atas kepala seorang anak kecil, mendesingkan bunyinya yang gagah melintasi cakrawala. Anak kecil itu mendongak ke atas , memandang burung besi itu dengan penuh antusias. Tangannya mulai dilipat, iapun menutup mata, sambil membisikkan kata.....

“Ya Tuhan, aku ingin sekali bisa naik pesawat. Aku ingin bisa mengelilingi dunia. Ga apa – apa deh walaupun cuma naik pesawat – pesawatan dari kertas, yang penting bisa keliling dunia, amiiiiiin............”

*****************

Sejak kecil saya punya mimpi untuk bisa berkeliling dunia. Saya suka sekali membaca dan belajar sesuatu tentang negara – negara di dunia mulai dari ibukotanya, budayanya, tempat wisatanya, iklimnya, pokoknya semuanya deh. Rasanya seolah – olah saya tersihir dan merasakan seperti ada di negara tersebut.

Tapiiii.... Dulu saya tidak pernah menanggapi mimpi itu serius. Saya terlahir dari keluarga yang tidak mampu. Wong makan aja masih susah, seringnya makan nasi sama garam tok kok malah ngarep bisa jalan - jalan ke luar negeri ??? Helllouw, udah sana cuci piring, Warjito, jangan kebanyakan ngelamun ye” kata emak saya sambil bawa pentungan segede gambreng.

Kondisi keuangan keluarga saya yang makin memburuk, SPP yang tidak kunjung dibayar selama tiga tahun (buseeet, itu SPP apa cicilan motor yeee ?) membuat saya dan kakak saya harus pindah sekolah dan dititipkan ke panti asuhan (saya waktu itu masih SD, masih imut - imutnya dan kakak saya masih SMP).

Tapiiii, kami dimasukkan ke dua tempat yang berbeda. Kakak saya dimasukkan ke panti asuhan yang berjarak hanya 11 km dari tempat tinggal orang tua kami, sedangkan saya, harus berpisah dengan orang tua saya sejauh 120 - an km. Alasannya sih karna kakak saya cewek dan pantinya kebetulan udah penuh bertepatan dengan masuknya kakak saya (huhuhu, yo weslah, terima nasib yeee)

Sedih pastinya karena harus berpisah dari orang tua, tapi di sana saya mulai belajar mandiri. Saya belajar banyak hal mulai dari menyapu, mengepel, membersihkan kandang sapi, mencari rumput, bangun pagi, dan banyak hal lain. Dan setiap libur sekolah saya berani pulang sendiri ke rumah orang tua saya naik bus dan kalau mentok gada duit biasanya saya numpang naik truk yang mau ke denpasar dengan modal muka memelas dan sok SKSD gitu (dan metode ini selalu berhasil, huahahaaha).

Ketika masuk SMP saya pindah ke Yogya dan tinggal bersama kakek saya. Di sini saya semakin digembleng lagi. Semakin jauh dari orang tua dan saya jadi makin mandiri. Saat libur sekolah pun saya selalu pulang naik bus sendiri ke Denpasar dan tentunya selalu mengalami pengalaman yang seru dan unik mulai dari dikejar preman, terkunci di toilet bus yang rusak, supir bus yang ga tau jalan, kenalan sama cewek cantik dan lain – lain.

Skip skip skip saya melanjutkan SMA dan kuliah di Bali. Saya kos sendiri dan mencari uang untuk kuliah, kos, makan, dan semuanya dengan hasil keringat sendiri. Dengan begitu banyaknya pengeluaran dan hambatan dalam hidup makin membuat saya pesimis, apa saya bisa ke luar negeri ? Awalnya saya ragu dan mulai melupakan mimpi itu. Tapi tiba – tiba saya dikejutkan dengan sebuah kabar, kakak saya akan pergi ke luar negeri untuk pertama kalinya bersama dengan teman – temannya.

Wauuuuuw, entah kenapa saya tiba – tiba jadi bersemangat. Kakak saya saja bisa masak saya nggak bisa sih ? Dan semangat itu yang memotivasi saya untuk mmulai giat menabung. Yap, dan akhirnya Tuhan pun berkata “Waktumu telah tiba”, ajaaaiiiib, rejeki mulai berdatangan dari Tuhan dan saya bisa menabung uang yang cukup. Mimpi saya pun bisa menjadi nyata. Saya berhasil menginjakkan kaki di Malaysia dan juga Singapura tepat setahun yang lalu. Ga ada satupun yang bisa menghalangi kalau memang “sudah waktunya”.

Ternyata memang pengalaman adalah guru yang terbaik. Tuhan sudah mempersiapkan saya dari kecil agar saya bisa lebih siap saat ini. Seandainya saya tidak tinggal di panti asuhan dan tinggal di rumah kakek saya di Yogya belum tentu saya berani solo traveling sekarang, belum tentu saya jadi pribadi yang lebih sabar, belum tentu saya bisa memanage pengeluaran dengan baik, belum tentu saya bisa kuat jalan belasan kilometer tanpa istirahat, dan banyak lagi hal yang tidak mungkin bisa saya lakukan kalau saya tidak melalui semua proses ini. Aiiih, saya sangat bersyukur bisa melalui proses hidup yang berharga ini.

Postingan saya ini tidak bermaksud menggurui tapi hanya ingin berbagi pengalaman dan juga memberikan motivasi terutama bagi yang punya mimpi sama seperti saya tapi belum “diberikan kesempatan itu”. Percaya deh, ga ada yang mustahil di dunia ini. Saya berhasil membuktikannya. Tetap berdoa dan berusaha, hadapi semua proses hidup yang ada, nanti pasti akan ada waktunya. Salam Travelling, auouououououuouououo.................

Saturday, October 13, 2018

Belajar Bahasa Tarzan di Bangkok

Bangkok.......... Ah, berbicara tentang kota ini memang gada habisnya. Bangkok adalah salah satu kota yang selalu membuat saya tertarik untuk datang dan datang lagi (kayak ada magnetnya gitu deh, hehe). Bangkok memiliki moda transportasi yang sangat bervariasi mulai dari BTS, MRT, Kereta Api Konvensional, Tuk – Tuk, Chao Praya Express Boat, Bus, taksi, ojek dan lain – lain (kalo odong – odong ada gak ? Hmmm, entahlah). Kali ini saya mau bahas mengenai pengalaman saya waktu naik bus di Bangkok.

Jadi waktu itu saya habis ngiter – ngiter ga jelas di Asiatique The Riverfront (sumpah saya ga beli apa – apa, cuma bisa ngiler liat makanan enak – enak di sini, maklum dompet sudah sekarat, huhuhu). Berencanalah saya pergi ke hostel saya yang ada di kawasan Khaosan Road. Eiiiit, tunggguuuu. Saya mau naik apa ke sana ? Berdasarkan info yang saya baca, tidak ada BTS atau MRT yang melewati daerah Khaosan. Naik Chao Praya Boat ? Ga tau harus nunggu di mana. Taksi ?? Ahhh, lupakan ide gila itu. Emangnya nanti malam saya mau cuma makan batu dikecapin gara – gara kehabisan duit ?

Satu – satunya jalan adalah mengikuti saran dari blog yang pernah saya baca. Naik bus. Wadaaaw, terus ini di mana haltenya coba ? Berdasarkan info yang saya baca, ada bus yang melalui rute dari Asiatique ke Khaosan dengan harga yang sangat murah. Saya tanya semua orang mulai dari penjual bunga, anak sekolahan, sampai wanita penjaga toko pakaian yang seksi dan menggairahkan itu (entah dia beneran wanita atau bukan) tapi semuanya selalu menggeleng karena gada yang bisa bahasa inggris.

Oke akhirnya saya pake feeling aja. Jalan lurus terus, berharap ada halte. Ehhh, akhirnya nemu juga. Beberapa menit kemudian datanglah bus nomor 15 yang saya tunggu – tunggu. Naiklah saya.......

Kenek : “Cang men dai, kap kap kap, ciaat ciaaat u u a ak”......

Wadaaaaw, entah kenapa saya selalu dikira orang lokal sana dan selalu diajak ngomong bahasa Thai. Padahal muka saya gada Thailand – Thailandnya sama sekali, malah muka saya lebih cenderung mirip artis holiwud (halah). Akhirnya saya jawab dengan bahasa inggris.....

Saya : “Aduh, maaf, saya bukan orang Thailand. Apakah bus ini melewati Khaosan Road ?”

Ting tong. Doi bengong untuk waktu yang cukup lama. Entah doi masih ga percaya kalo saya ini bukan orang asli Thailand atau doi memang ga ngerti saya ngomong apa.

Saya : “Halo ?”

Kenek : “Ahhhh, yes yes yes (mengangguk dengan tampang tidak meyakinkan).”

Saya : “Berapa ?”

Kenek : “7 Baht.”

Weeeew, serius lu ? Murah amat yeee, kagak nyampe empat ribu rupiah. Akhirnya bus pun berjalan. Saya melirik penumpang – penumpang yang lain, waduuuh, kok isinya orang lokal semua. Saya pikir akan ada banyak bule yang naik bus ini dan punya tujuan yang sama kayak saya karna Khaosan Road memang kawasan untuk turis. Terus nanti gimana caranya saya tahu kalo saya sudah sampe ? HP saya juga masih dicas dan tidak bisa dipake kalo belum full.

Dan sampe satu jam lebih, ga ada tanda – tanda apapun dari si kenek. Mana jalanan macet pulak. Ini doi beneran ngerti omongan saya kagak sih ? Saya tanya lagi ke doi.....

Saya : “Maaf, saya mau tanya lagi. Masih seberapa jauh dari sini ke Khaosan Road ?”

Kenek : “Kap kap kap..... (menggeleng ga jelas), sawadikap trung pai trung tung tung tung tung aselole.” (sambil memperagakan dan menggunakan bahasa tubuh yang ga jelas banget)

Astaga, apa itu artinya ? Jangan – jangan doi emang bener – bener ga ngerti maksud saya. Terus saya bakal diturunin di mana ini ? Duuuh, saya cuma bisa pasrah sambil melihat jalanan. Sudah malam pulak ini. Hffffft, akhirnya beberapa lama kemudian bus berhenti di suatu jalanan dan saya disuruh turun oleh kenek dengan menggunakan bahasa isyaratnya.

Kenek : “Emmm (menunjuk saya untuk beberapa lama), emmmm (menunjuk jalanan di luar).”

Saya : “Emmm emmm emmm emmm.” (sambil ngangguk - ngangguk karna bingung harus pakai bahasa apa lagi)

Awalnya saya bingung diturunkan di mana karena saya diturunkan di jalan sepi yang sama sekali gada rame – ramenya (bukannya Khaosan Road itu kawasan turis ?). Tapi setelah saya mengecek map offline ternyata saya berada di Ratchadamnoen Road, ga terlalu jauh dari Khaosan Road, hanya perlu jalan kaki 5 – 10 menit. Hffft, dan akhirnya sampe juga di hostel.

Note : Jadi bagi yang mau ke Bangkok bisa mencoba naik bus untuk berkeliling kota. Kalo beruntung bisa kayak saya, ketemu sama kenek yang ga bisa bahasa inggris, jadi bisa menambah skill bahasa tarzan, bahasa planet dan bahasa kalbu (lumayan kan bisa belajar tiga bahasa, hahaha). Harganya juga murah meriah dan lumayan untuk menghemat budget. Tinggal sesuaikan aja tujuan kita dengan nomor bus yang ada. Selamat mencoba !

Saturday, June 9, 2018

Drama Mengejar Pesawat

Auouououoouo. Pernahkah teman – teman di sini mengalami pengalaman yang kurang mengenakkan seperti ketinggalan pesawat ? Saya yakin pasti ada beberapa yang pernah mengalaminya. Penyebabnya macem – macem dari yang biasa sampe yang nyeleneh mulai dari bangun kesiangan, salah lihat jam, hujan, ga ada ojek , becek, dan lain – lain.

Kali ini saya mau share pengalaman saya yang hampir ketinggalan pesawat waktu di Kuala Lumpur dan mau pulang ke Denpasar. Jam masih menunjukkan pukul 12 siang dan saya masih asyik nongkrong – nongkrong manja di Berjaya Times Square. Maklum ye orang kampung, baru pertama kali ngeliat ada roller coaster di dalam mall saya langsung heboh kayak orang kesetanan. Tapi sayangnya saya cuma bisa ngeliatin aja sambil gigit bokong (maklum dompet udah sekarat, huhuhu).

Pesawat saya akan berangkat jam setengah lima dan saya masih nongkrong jam segitu. Entah saya emang bego atau gimana tapi memang mungkin saya waktu itu kurang Aqua (atau mungkin kurang kasih sayang kali ye ? #halahh). Saya berpikir, “Ah, pesawat kan berangkat jam setengah lima. Artinya paling lambat saya harus sampai bandara jam tiga untuk check in kan ? Saya juga ga ada bagasi kok. Aman deh. Masih pagi kok” Tooook, rasanya pengen banget nemplok kepala saya pake palu kalo inget kebegoan saya waktu itu.

Jam 12 lebih 15 menit akhirnya saya mulai otewe. Saya berada di daerah bukit bintang dan saya berencana naik LRT ke Pasar Seni (saya mau mampir sebentar ke Pasar Seni soalnya). Baru habis itu ke KL Sentral. Dari KL Sentral ke bandara saya akan naik bus / KLIA Transit. Saya naik LRT dari stasiun yang ada di Mall Berjaya Times Square. . Saya juga tanya sama dua orang ibu – ibu yang sepertinya orang lokal dan mereka bilangnya sih stasiun dan tempat menunggu kereta saya udah bener (walaupun tampang mereka agak kurang meyakinkan gitu sih).

Tapi ternyata begitu saya naik dan kereta udah jalan......... Nama stasiun saya tadi adalah Imbi (bukan stasiun bukit bintang) dan kereta ini menuju ke KL Sentral. Tau dari mana ? Dari tulisan / map yang ada di kereta. Oh Shiiiit, terus saya harus gimana ? Harus turun di stasiun berikutnya terus balik lagi gitu ? Memang sih tujuan akhir saya memang akan KL Sentral . Tapi saya ga jadi ke Pasar Seni gitu ?

Dua orang ibu - ibu tadi juga langsung pucat mukanya kayak udang rebus begitu tau saya salah kereta. Mereka menghibur saya dan bilang nanti saya turun aja di KL Sentral kalo memang itu tujuan akhir saya walaupun saya bayarnya untuk ke jurusan lain (lagi – lagi dengan tampang kurang meyakinkan). Dan begonya saya manggut – manggut aja dan nurut.

Sampailah di KL Sentral, dan saat saya memasukkan token. Tiiiiiiit...... Keluar lampu warna merah dan palangnya tidak mau terbuka. Hffffft, ya iyalah, wong saya belinya untuk jurusan pasar seni. Ya udin, balik kanan bubar jalan, saya harus balik lagi ke Imbi. Duuuh, makasih yeee ibu – ibu cantik atas saran dan masukannya tadi.

Singkat cerita setelah saya bolak balik belek gonta ganti kereta dan nyasar beberapa kali (dan ga jadi mampir ke Pasar Seni) sampailah saya di KL Sentral lagi dan omaigaaaaaat.......... Sekarang udah jam dua lebih dua puluh menit. Artinya batas waktu check in tinggal empat puluh menit lagi sedangkan saya belum sampai di bandara. Saya cepet – cepet menuju palang dan memasukkan token. Tooooooot, lagi – lagi berwarna merah dan palangnya tetep malu – malu kucing dan ga mau membuka pintu hatinya untuk saya, #halaaaah.

Ini kenapa bisa gini lagi sih ? Padahal kan token yang ini udah bener sesuai jurusannya. Saya bolak balik nyari palang – palang yang lain dan hasilnya tetep sama. Akhirnya saya nanya ke petugasnya. Token saya lalu diperiksa. Duuuuh, saya ngelirik jam. Lama amat yeeeee, saya sampe ngomel – ngomel ke petugasnya nyuruh cepetan karena waktunya udah mepet banget. Ealahhhh, saya disuruh bayar 40 sen supaya palangnya bisa dibuka (aneh banget yeee padahal yang error tokennya malah saya yang harus bayar). Saya lagi males debat dan langsung bayar.

Cekrek, token sudah bisa berfungsi dan palang terbuka. Saya langsung ngibrit ke counter KLIA transit. Saya udah pasrah deh ketinggalan pesawat karena toh ga mungkin dalam waktu dua puluh menit bisa sampe bandara dan seandainya mungkin pun saya masih harus jalan lagi ke counter check in – nya (belum lagi kalo ada drama nyasarnya apalagi saya belum pernah ke KLIA 1 karena biasanya saya ke KLIA 2). Duh, boleh pinjem pintu ke mana sajanya Doraemon gak sih?

Kenapa saya tidak check in online ? Karena check in online untuk pesawat yang saya naiki baru bisa dilakukan paling cepat dua hari sebelum keberangkatan sedangkan saya sudah di luar negeri pada saat itu. Saya maunya check in online dan sekalian print boarding pass di hostel tapi ternyata berkali – kali error dan gagal (nasib yeee ?).

Saya : “Satu tiket ke KLIA 1” (menyerahkan uang dengan tampang memelas dan pasrah).

Petugas : “Untuk hari ini harga tiket KLIA Expres dan KLIA transit sama sahaja jadi lebih baik adik naik KLIA Ekspress saja.

Terserah elu deh, kata saya dalam hati. Saya pergi menuju counter KLIA Ekspres yang letaknya agak lebih ke dalam lagi. Saya melirik jam, ah lagi 10 menit batas waktu untuk check in, sudah ga mungkin lagi ....

Saya : “Satu tiket ke KLIA 1.”

Petugas : “KLIA 1 atau KLIA 2 ?” (melihat saya dari ujung rambut sampe ujung ketek seolah tidak percaya kalau saya mau ke KLIA 1)

Saya : “KLIA 1. Perlu saya ulang lagi ?”

Petugas : “Ah, tidak. 55 Ringgit. Adik sudah check in sebelumnya ?”

Saya : “Belum." (menyerahkan duit)

Petugas : “Naik pesawat apa ?”

Saya : “B*t*k Air.”

Petugas : “Khusus untuk penumpang KLIA Ekspres bisa langsung check in di loket yang ada di sana.”

Hah ?? Ciyuuuus ? Badan saya yang awalnya udah remuk remuk kemlutuk tiba – tiba jadi suegeeerr, bugar dan sangar lagi (eh, ga sangar juga sih). Yups, Tuhan emang ga pernah tidur. Waktu yang tersisa untuk check in hanya tinggal lima menit, dan akhirnya semua beres. Boarding pass kini ada di tangan saya. Bayangkan betapa hepinya saya waktu itu. Coba kalo saya memilih naik bus atau ngotot naik KLIA transit aja, pasti saya ga bakal bisa check in.

Skip skip skip sampailah saya di bandara dan masih harus berjalan jauh, naik sky train, mendaki gunung, dan melewati lembah untuk sampai di gate saya. Anehnya saya sama sekali ga berusaha untuk berlari apalagi guling – guling supaya cepet sampai (kayak udah yakin banget ga bakal ketinggalan pesawat gitu deh).

Saya cuma berusaha mempercepat jalan saya aja dan udah pasrah aja apapun yang terjadi. Puji Tuhan, baru saja saya menginjakkan kaki di gate, saat itu juga boarding time baru dimulai. Dan saya tidak jadi ketinggalan pesawat, yahuhuhuhuuuuu...... Lucky me !!!

Note :

1. Biasakan untuk mengukur jarak dari lokasi kita ke bandara supaya bisa mengira – ngira jam berapa harus mulai otewe dan tidak mengalami kejadian mendebarkan kayak saya.

2. Jangan sampai salah dengan nama stasiun tempat kita berada. Saya aja bingung kok bisa ya ada makhluk aneh kayak saya yang sampe keliru dan ga ngecek nama stasiunnya dulu. Saya mikirnya Mall Berjaya Times Square itu ada di daerah bukit bintang makanya saya kira nama stasiunnya juga bukit bintang.

3. Tanyakan ke petugas jika ada yang kurang jelas, jangan bertanya ke orang yang ga jelas biar ga harus bolak balik belek kayak saya.

4. Jika naik kereta KLIA Ekspres ke bandara kita bisa check in untuk penerbangan kita langsung di situ.

5. Usahakan untuk check in online dan print boarding pass dari rumah / hostel. Kalau saya kasusnya saat mau check in online selalu gagal jadi saya terpaksa harus check in di bandara.

6. Jangan terlalu santai dan pasrah kayak saya (kecuali kalo punya tingkat kehokian dan ketamvanan tingkat tinggi kayak saya sih silakan, buakaakakakak).

Sunday, June 3, 2018

Public Boat VS Fast Boat

Sebagai makhluk hidup yang hidup dan bernafas di suatu negara kepulauan, kalau kita ingin bepergian dari satu pulau ke pulau lain pastinya membutuhkan moda transportasi laut (kecuali kalo mau berenang ya monggo). Ah, kata siapa ? Hareee geneeee ? Udah ada pesawat kali sekarang tinggal duduk manja dan syantik tau – tau udah nyampe deh. Sok tau ah lu.

Ya betul sekali, sudah ada pesawat yang mempermudah transportasi dari satu pulau ke pulau lainnya di Indonesia. Tapi apa semua orang punya duit buat naik burung besi itu ? Bagaimana dengan kami yang bergaji pas – pasan dan buat makan aja susah ? (lah malah curhat, huhuhu).

Dan lagi tidak semua pulau di Indonesia bisa dijangkau dengan pesawat (bukan ga bisa dijangkau juga sih, lah bandaranya aja ga ada, mau nyungsep di mana ? Lautnya ?). Jadi mau ga mau harus dijangkau dengan transportasi laut. Saya sendiri sudah pernah mencoba beberapa transportasi laut seperti kapal ferry, perahu tradisional, dan boat.

Saya sering banget naik kapal ferry mulai dari yang jalannya kayak keong lagi belajar merangkak seperti waktu dari bali ke jawa dan sebaliknya (saya sampe bingung ini kapal beneran jalan atau kagak sih ?), sampe yang jalannya wuuuus wuuuus bikin saya semaput dan ga bisa jalan lurus saking kuenceeeengnya ombak seperti perjalanan dari Bali ke Lombok (haduuuuh, otak saya sampe ikutan ga lurus gara – gara naik kapal ini).

Naik perahu tradisional juga saya pernah waktu mau jumpa fans sama lumba – lumba di Pantai Lovina, Singaraja, Bali. Iya ini beneran perahu yang kayak biasa dipakai nelayan gitu dan kita bisa ngeliat laut tanpa ada sekat / penghalang seperti kalau naik ferry atau boat. Kesan – kesannya ?? Haduuuuh, jangan ditanya deh. Membayangkan harus berada di tengah laut lagi dalam keadaan perahu yang joget – joget ke kanan dan kiri seolah – olah udah siap mencemplungkan saya ke laut. No no no saya sih ogah nyobain lagi kecuali kalo rutenya ga harus sampe ke tengah laut dan ga terlalu jauh.

Tapi kali ini saya akan membahas mengenai dua transportasi laut yang ga kalah keren dan asyiknya untuk traveler yang pulauholic (pecinta pulau) kayak saya yaitu public boat dan fast boat. Jadi apa bedanya kedua alat transportasi ini ?

1. Public Boat

Entahlah kenapa namanya disebut public boat. Mungkin karena boat ini diperuntukkan untuk orang banyak / public. Tapi fast boat pun juga digunakan untuk banyak orang. Ah yo weslah, bukan urusan saya juga. Saya pernah naik public boat waktu mau ke gili trawangan dari Pelabuhan Bangsal, Lombok.

Harganya murah sih cuma 15 ribu dan perjalanan ga nyampe setengah jam. Boat ini berjalan lumayan cepet (tapi masih kalah sama fast boat). Saya ga berani ngelepas sandal karena curiga kalo bagian bawah boat ini ga tertutup semuanya. Takutnya sandal saya hanyut ke laut lagi terus saya nyeker gitu nanti di gili ?

Nyaman ga ? Hmmmm, ya dinyaman – nyamanin aja sih. Public boat ini tipenya mirip kayak perahu tradisional, kalo jalan oleng ke kanan atau ke kiri agak bikin waswas sih karna olengnya bukan yang sekedar pelan gitu tapi kadang ya agak berlebihan dan bikin jantung nge – beat box ria. Tapi ya lebih safe lah karena kita tertutup dan terlindungi (aseeeek) dan jalannya juga jauh lebih cepet dari perahu tradisional.

Ehhh lagi asyik ngeliat pemandangan tau – tau ada sesuatu yang lewat dan bruuuuuuuusssh, public boat kami oleng ke sebelah kiri dan bener – bener hampir nyungsep ke lautan yang ganas itu. Untung boatnya masih bisa dikendalikan dan bisa stabil lagi. Dan udah bisa ditebak yeee, muka penumpang yang awalnya sumringah bala - bala langsung pada lemes kayak habis diputusin pacar, ada yang nangis, ada yang pelukan, ada yang berdoa, ada yang sok cool dan pura – pura tenang (iya itu saya, padahal mah aslinya udah pengen balik ke rumah terus meluk bantal sambil mewek minta susu, huhuhu).

Ternyata yang berulah tadi itu adalah fast boat. Gara – gara si doi lewat ombak yang dia buat langsung mengenai public boat yang saya naiki dan jadinya oleng deh. Duuuh, untung muka ganteng saya ga kenapa – napa. Setelah peristiwa mengerikan itu, semua aman terkendali dan gada hal – hal aneh yang terjadi lagi dan akhirnya sampe juga dengan selamat, fyuuuh....

2. Fast Boat

Nah yang ini biasanya jadi andalan banyak orang yang ingin bepergian cepat ke suatu pulau (tentunya dengan kocek yang lebih muahaaaaaal). Saya pernah naik boat ini waktu ke Nusa Penida dan Nusa Lembongan dari Pantai Sanur. Harganya bervariasi mulai dari 75 ribu sampe hampir 200 an ribu. Untung saya orang lokal dan bisa bahasa bali jadi cuma bayar 75 ribu, kalo orang luar bali bisa bayar 100 ribu untuk one way. Kalo bule ?? Hadeeew, ga usah ditanya.

Naik boat ini unik karena sebelum naik sandal kita harus dilepas dan dimasukkan ke keranjang gitu. Jadi ya kita nyeker pas di dalam boat. Tapi ada juga sih yang bandel dan ga mau nitipin sandalnya. Mungkin sandalnya mahal kali yeee sampe ratusan ribu takut ketukar sama punya saya yang ga sampe 30 ribu ?

Barang – barang juga harus dititipin di bagian atas boat. Saya sih langsung ngacir aja dan pura – pura ga denger. Lah, saya cuma bawa satu tas ransel doang isi barang – barang berharga (padahal mah cuma isi baju doang, eitts, tapi baju juga barang berharga loh). Entar kalo isinya ilang kan bisa berabe.

Oh iya pas naik ke boat juga butuh perjuangan karena boatnya ga sampe ke tepian banget. Artinya ? Ya siap – siap kaki / celana / rok kita basah kena air. Saya aja yang pake celana pendek aja masih harus ngelipat lagi biar bener – bener ga kena air. Jadi kalau mau naik boat ini dan mau mencoba sensasi baru silakan pake celana yang super panjang (sekalian pake sepatu boot), jangan lupa juga bawa detergen biar celana panjang sama bootnya sekalian dicuci di pantai.

Berbeda dengan public boat yang oleng ke kanan dan ke kiri, fast boat ini olengnya ke depan dan belakang. Gujrukkk gujrukkkk gujrukkk, berasa kayak naik bus yang ngelewatin polisi tidur berlapis – lapis karena gujruk gujruk ini bakal terus terjadi sepanjang perjalanan.

Lebih nyaman ?? Hmmm relatif sih. Tapi kalo bagi saya sih jelas jauh lebih nyaman dibandingkan dengan public boat. Tempat duduknya juga lebih enak seperti naik bus sedangkan kalo public boat tempat duduknya memanjang dari ujung ke ujung dan berhadapan. Ya enak kalo yang duduk berhadapan sama kita cewek cakep ? Lah kalo ternyata yang di depan kita nenek lampir ? Males banget kan ?

Tapi lebih nyaman belum tentu menjamin keamanan yeee ? Namanya nasib kita gada yang tau. Waktu saya naik fast boat dari Sanur ke Nusa Penida / Lembongan ombaknya adem ayem dan enak diliat. Ganas hanya kadang – kadang saja dan itupun masih asyik dinikmati.

Begitu pulangnya, beuuuuh, jangan ditanya. Itu ombak tinggi banget, bahkan lebih tinggi dari boat yang saya naiki. Seolah – olah itu ombak udah siap nelen kami semua bulat – bulat sampe kenyang. Ombaknya sampe sedikit - sedikit masuk ke dalam padahal jendela udah ditutup. Fast boat juga jalannya jadi oleng banget ke depan kayak mau terjun bebas ke laut. Saya sampe berkali – kali megangin jantung hati saya, untung kamu masih ada di situ, iya kamu, #eaaaa....

Jadi itulah dua macam transportasi laut yang bisa dicoba kalau tidak ada fasilitas bandara (penerbangan) / kapal ferry menuju ke pulau tersebut. Keduanya sama – sama seru dan mengasyikkan. So, mau pilih yang mana ? Public boat atau fast boat ? Atau mau nyoba naik odong – odong ? Monggo......

Saturday, May 12, 2018

Bertemu Banyak Malaikat di Ho Chi Minh

Ho Chi Minh, Vietnam... Awalnya saya agak ragu untuk memutuskan bakal pergi ke sini. Katanya banyak scam lah, banyak copet lah, banyak bayang – bayang masa lalu yang menghantui, ah banyak review kurang maknyusnya lah. Eh tapi semakin banyak mendengar desas desus gosip panas tentang kota ini saya malah makin tertarik ke sana. Akhirnya cus deh saya ke sana tanpa babibubebo.

Di luar dugaan justru selama di Ho Chi Minh saya sama sekali ga ketemu scam, copet atau apalah – apalah itu (mungkin karna saya terlalu tamvan atau mereka kasihan lihat muka saya yang masih imut – imut, halah). Justru saya banyak sekali bertemu malaikat – malaikat tak bersayap yang baik hati dan mau merepotkan diri untuk membantu makhluk aneh seperti saya.......

1. Dapat bonus minuman

Ini kejadian waktu saya jalan kaki dari War Remnant museum ke bandara. Dasar emang gila ye saya padahal ada bus yang harganya cuma 12 ribu dong (sekitar 7 ribu rupiah) aja tapi saya lebih milih jalan kaki ke bandara yang sampe 7 km. Alasan diplomatisnya sih biar sehat dan kuat (padahal mah aslinya lagi pengen ngirit, huhuhu).

Nah tiba – tiba hasrat saya sebagai makhluk Tuhan paling tamvan kambuh. Saya merasa haus. Eh kebetulan banget ada mpok yang jualan jus buah. Saya beli deh jus jeruk seharga 20 ribu dong dan minum di situ. Baru serupat seruput eh udah habis aja tuh jusnya. Nongkrong deh saya dulu di tempat duduk sambil menghtung jumlah bintang di langit (ceritanya lagi ga ada kerjaan).

Eh beberapa menit kemudian si mpok datang ke tempat duduk saya sambil bawain minuman lain berwarna kuning. Saya cobain dong. Rasanya agak pahit – pahit aneh gitu sih tapi saya sangat menghargai kebaikan si mpok. Dan saya ga perlu bayar lagi untuk minuman ini, yayyyy.

2. Refill Air Berkali – Kali

Setelah beli jus saya melanjutkan perjalanan lagi. Tiba – tiba perut saya berbunyi “kriuk kriuk krocok krocok teok tek dung”. Oh artinya saya harus makan ni. Saya membeli Mi Hoanh Thanh (sejenis mie ayam gitu deh) seharga 40 ribu dong. Saya dikasi air gratis pake gelas segede gambreng.

Eh pas air di gelas saya habis si mpok penjual langsung mengisi lagi air di gelas tanpa saya minta. Saya langsung inisiatif mengisi botol minum saya yang udah kosong sampe penuh dengan air di gelas itu. Eh pas gelas saya habis diisiin lagi begitu seterusnya sampe saya nyerah dan minta si mpok berhenti mengisi air di gelas saya. Duhhh, sampe kembung perut saya kebanyakan minum. Mie nya ga bisa direfill gratis juga ya ? wakakakakakk.

3. Disangka Pengemis

Saya waktu itu habis keliling – keliling ga jelas sambil meratapi jodoh yang tak kunjung datang. Karena capek, istirahatlah saya di sekitaran Ben Than Market dengan tampang lusuh dan penuh dosa. Ada seorang nenek yang jualan souvenir gitu memandangi saya terus menerus dari ujung kepala sampai ujung kulon.

Eh doi nawarin saya jajan semacam ketela gitu. Tentunya dengan bahasa alien karena doi ga bisa bahasa enggres. Duhh, tau aja doi kalo saya belum makan. Akhirnya kami makan berduaan pemirsah (kurang romantis apa coba ?). Setelah dinner yang absurd itu doi mau memberikan saya beberapa lembar uang dong. Ebuseeeeeet, saya dikira pengemis. Saya tolak lah, muka macam Tom Krus begini masak ga punya duit ? (padahal emang ga punya sih). Saya meninggalkan doi dan kamipun berpisah dalam diam (sad ending ye jadinya ?).

4. Malaikat dari Hanoi

Waktu saya lagi mejeng di Notre Dame Catedral sambil mencari jalan ke Independent Palace, saya berkenalan dengan seorang wanita dari Honai eh Hanoi yang lagi liburan di Ho Chi Minh. Padahal saya cuma bertanya arah saja tapi dia mau berbaik hati nganterin saya ke tempat tujuan. Haduh, boleh nanya arah ke hatinya juga ga ? wakakakak.

Eitts, ga sampe di situ saja. sampe di Independent Palace doi bilang mau nungguin saya di taman luar karna doi mau nganterin saya keliling – keliling. Doi udah pergi ke Independent Palace sebelumnya makanya doi ga ikutan masuk. Ah, saya pikir doi cuma ngomong doang ternyata beneran. Padahal sampe hampir dua jam saya muter – muter tapi doi tetep nungguin.

Sehabis dari Independent Palace ngebolanglah kami berdua keliling kompleks. Banyak tempat wisata yang kami datangin. Doi juga baik banget bayarin saya masuk tempat wisata, beliin snack, bahkan sampe beli oleh – oleh untuk saya (katanya sih biar saya selalu inget sama doi, duh, so sweet banget). Kami juga ngobrol banyak hal dan ternyata kami banyak punya kesamaan salah satunya sama – sama suka jalan kaki (jadi apakah kami berjodoh ? Halah).

Kami berpisah di War Remnant Museum lalu mengabadikan foto dan cinta kami bersama (#eaaaaaa). Doi janji kapan – kapan bakal maen ke Bali dan saya juga janji suatu saat bakal mampir ke rumah doi di Hanoi biar bisa ngebolang bareng lagi (udah kayak di pelem – pelem bioskop gitu deh, wakakaakk).

Note : Ketika kita memutuskan ingin pergi ke suatu tempat, waspada dan membaca review itu penting. Tapi jangan sampe itu membuat kita ragu dan malah ga jadi berangkat. Saya sendiri awalnya merasa ragu tapi setelah saya memantapkan diri dan berangkat kekhawatiran saya tidak ada yang terjadi. Malah semua perjalanan saya dimuluskan dan banyak bertemu orang baik. Kalau niat kita dari sononya udah baik pasti semua akan dipermudah sama Tuhan. Ayok cusss !

Tuesday, April 24, 2018

Sang Perintis

“Siapa sih orang yang paling menginspirasi kamu dalam travelling ?” tanya teman saya pada suatu malam yang dingin dan tidak panas (ya iyalah). Apa si mbak Trinity pengarang buku The Naked Traveler ? Bukan. Harus diakui mbak Trinity ini memang wanita sangat hebat yang bikin saya jadi gila jalan – jalan dan ngegembel ke sini sono dengan sebuah tas ransel ala Dora The Explorer sambil nyanyi “Aku peta aku peta”. Tapi bukan dia orang yang paling menginspirasi saya.

Kalau bukan Trinity siapa lagi dong ? Claudia Kaunang ? Sheibasari ? Benny Rahmadi ? Maudy Ayunda ? Nikita Mirzani ? (lah, malah makin ngawur). No no no. Bukan mereka semua. Beberapa dari nama di atas kecuali yang dua terakhir memang orang sangat luar biasa yang telah menularkan jiwa ngebolang ke saya tapi bukan mereka orangnya. Orang yang paling menginspirasi saya untuk jalan – jalan adalah kakak saya sendiri.

What ? Kok bisa ??? Yups, doi emang salah satu wanita terhebat yang pernah saya kenal. Doi hampir selalu jadi perintis atau orang yang pertama dalam suatu prestasi kehidupan di keluarga inti kami (buseeeet, bahasanya dalem banget yeee ? Saya aja ga ngerti lagi ngomong apaan, wakakakakak). Salah satu contohnya adalah doi orang pertama dan satu - satunya di keluarga inti kami yang meraih gelar sarjana. Sedangkan saya ? Haduuh, jangan ditanya deh, ini masih merangkak terus. wakakakak.

Dulu waktu masih kecil saya pengeeen banget bisa pergi ke Jakarta. Rasanya Jakarta itu bagaikan tempat yang paling menarik di Indonesia. Saya suka sekali melihat gedung – gedung pencakar langit yang tingginya sampai berlantai – lantai (sekalian pengen saya panjatin tuh). Pokoknya pengen banget deh bisa ke sana.

Saya juga dulu pengen ngerasain asiknya naik pesawat. Setiap melihat burung besi itu terbang di atas kepala, saya cuma bisa berdoa.......

“Ya Tuhan, saya ingin sekali bisa naik pesawat. Walaupun cuma naik pesawat mainan dari kertas gapapa deh. Yang penting naik pesawat. Amiiin.”

Ehhh, ternyata kakak saya membuktikan kalau dia orang pertama yang mampu melakukannya. Waktu SMA dia berhasil ke Jakarta (Study Tour) dengan uang hasil keringatnya sendiri tanpa meminta ke orang tua. Dia menjadi orang pertama yang pergi ke Jakarta dan juga yang naik pesawat dalam keluarga kami (dari lima anggota keluarga). Saya mah cuma bisa mewek di pojokan sambil ngelap ingus setiap dia cerita pengalamannya pas lagi study tour.

Puji Tuhan, rezeki emang ga lari ke mana – mana ye ? Beberapa tahun berikutnya saya juga pada akhirnya berhasil naik pesawat untuk pertama kali dan bisa melihat Kota Jakarta dengan mata kepala dan mata kaki saya sendiri. Duh, rasanya ga percaya ketika mimpi saya itu bisa tercapai.

Mimpi saya berikutnya adalah saya pengeeeeeeen banget bisa ke luar negeri. Dulu saya sempat menganggap itu tidak mungkin dan rasanya mimpi itu terlalu tinggi. Makan aja masih pake nasi sama garam kok mimpinya ngebolang ke luar negeri ?? Helouuuuw, berpikir itu yang realistis dong. Sana, jemur padi dulu !!!

Tapiiii, kakak saya berhasil membuktikan kalau tidak ada yang mustahil. Lagi – lagi doi berhasil jadi orang pertama di keluarga yang berhasil menginjakkan kaki ke luar negeri. Wauuuuw, Luaaaaaar binasa (tapi saya ga diajak, huhuhu). Saya jadi semangat dong untuk mengikuti jejak kakak saya. Saya mulai menabung dan membuat paspor. Ajaaaaaib, saya pun akhirnya bisa mengikuti jejak doi untuk pergi ke luar negeri.

Lalu mimpi paling besar apa yang saya miliki ? Saya ingin menginjakkan kaki ke Amerika Serikat atau yang biasa orang sering sebut “yu-es”. Siapa sih yang ga pengen ke sana ? Negara tempat pusat hampir semua bidang kehidupan. Tempat manusia dari seluruh dunia kumpul – kumpul manja dari bermacam suku, ras, agama, dan lain – lain.

Terus apa doi udah menginjakkan kaki ke sana ? Belum pemirsa.. Tapi, fakta yang mengejutkan adalah dia punya pacar orang asli sono. Dan yang bikin saya ngiler adalah pacar kakak saya rencananya bakal membiayai doi ke yu-es dan bakal bantu pengurusan visanya yang super duper ribet itu. Alamaaaaaaak, enaknyaaaaaa.

Lalu apakah kakak saya juga yang akan menjadi orang pertama di keluarga kami yang menginjakkan kaki ke yu – es ? Huhuhuhu. Atau jangan – jangan saya yang akan lebih dulu ke sana ? (amiiiiiin). Yah, ga ada masalah sih siapa yang bakal ke sana duluan. Yang jelas saya sangat kagum dengan kakak saya ini, sang perintis yang sangat luar biasa dan selalu menjadi inspirasi.

Monday, April 9, 2018

Sopir Truk itu Ternyata.........

Sumber gambar : di sini

Ini cerita udah lama banget. Waktu itu saya masih SD dan tinggal di sebuah Panti Asuhan di Jembrana (kurang lebih 100 km dari rumah orang tua saya di Denpasar). Saya habis pulang dari sekolah dan hari itu hari terakhir UTS. Weeeew, rasanya mak nyesss ploong gimana gitu ye kalo ulangan udah kelar. Apalagi dapet libur seminggu pulak. Bawaaanya pengen jungkir balik kayang gelendotan sepuasnya gitu (sayangnya gada yang bisa diajak gelendotan, huhuhu).

Naaaah habis itu makan siang di aula terus saya langsung ke kamar mau bobok ganteng gitu deh....... Ehhh, baru mau berlayar ke pulau kapuk ada temen satu kamar yang teriak manggil saya............

“Vega,, itu ada sopir truk yang datang ke sini. Dia mau ke Denpasar. Banyak tuh temen – temen yang nebeng mau pulang ke kampungnya. Ayoook ikut juga....”

Haaaaaah, ini mimpi ya?? Jujur sejak saya masuk panti asuhan saya belum pernah pulang ke rumah orang tua sama sekali. Saya berkali – kali nyubit pipi temen saya untuk mastiin kalo ini bukan mimpi.

“weeeee, ngapain kamu nyubit – nyubit aku terus ? Cubit nae diri kamu sendiri? Cepet nae beres – beres sebelum ditinggal nanti...”

Duuuuh, saya langsung kemas – kemas baju. Udah lama banget ga ketemu ortu. Kira – kira mereka kangen ga ya sama anaknya yang imut dan tamvan ini ?? Wakakakkak. Saya udah ngebayangin Kasur yang empuk, makanan yang enak, dan yang paling saya kangenin........ kucing saya, Albert. Weeew, pingin banget ngelus – ngelus doi.

Hffffft, keluar deh saya dengan tas yang penuh dengan baju – baju (duhhh, udah kayak orang mau mudik berbulan – bulan) dan melihat truk yang dibilang teman saya. Wadaaaaw, truknya sudah penuh semua di belakang dengan teman – teman saya yang juga mau pulang dan sepertinya mereka pada nungguin saya (diiih, GR banget yee ?? wkwkw).

Yuhuuuu, akhirnya kami berangkat. Sepanjang perjalanan banyak pemandangan indah yang bikin saya terkagum – kagum. Satu persatu temen – temen saya pada turun di kampungnya masing – masing dan akhirnya hanya tinggal saya sendiri bersama si sopir truk....

Sopir : “Ayo dek, duduknya pindah di depan aja biar lebih enak.”

Saya : “Hehe, oke om.”

Dan akhirnya kami ngobrol banyak dan seru banget. Doi curhat macem – macem mulai dari pekerjaannya, keluarganya, hutangnya (ehhh, ga sampe ke sini juga sihh). Ditraktir makan pula di sebuah warung makan (tau aja kalo saya lagi laper banget, wakakakk).

Saya : “Om tinggalnya di Denpasar ya ?”

Sopir : “Iyaa.”

Saya : “Istrinya berapa om ??”

Sopir : “Satu lah. Emang kenapa ?”

Saya : “Ya kali aja dua atau tiga gitu. Kan om sering pergi ke luar kota. Siapa tahu di Denpasar istrinya satu, nanti di Tabanan istrinya satu, ke Singaraja istrinya ada lagi....”

Sopir : “Duuuh, kamu ini. Tahu aja deh...”

Buakakakakakakkakk. Dan kita ketawa ngakak. Akhirnya setelah beberapa jam perjalanan sampailah saya di rumah (bener – bener diantar sampe rumah). Saya melihat ibu saya lagi asik nyapu – nyapu halaman dengan manjaaaah....

Saya : “Ibuuuuuuk.............” (berteriak)

Ibu : “Vegaaaaaa.....”

Ini bener – bener kayak adegan di pilem - pilem gitu deh. Saya pelukan dengan ibu sambil nangis (plus keluar ingus segala pulak,, weeeew). Akhirnya bisa juga ketemu dengan orang tua setelah sekian lama berpisah. Fakta yang mengejutkan adalah........... Si supir truk itu ternyata tetangga saya. Dia punya warung di deket rumah saya. Saya aja sampe kaget dan heran sendiri. Bisa gitu yeeee ??? Hadeeeew, dunia memang bener - bener sempiiiiiiit euyyy......

Saturday, April 7, 2018

Wat Pho Tutup ??

Auouoououououuou, yahuhuhuhuhu.... Udah lama juga yee kagak posting lagi. Semoga masih pada inget sama saya, si ganteng Tom Kruz, wakakak..... Kali ini mau sharing pengalaman saya yang hampir kena scam waktu lagi di Bangkok.

Jadi ceritanya saya habis dari Grand Palace. Kena scam ?? Kagak, mulus - mulus aja malah. Padahal sebelumnya yang saya baca di internet orang – orang sering ditipu sama petugas berseragam yang bilang “Grand Palace tutup”. Habis itu ditawarin deh naik tuktuk dengan harga murah, diajak muter – muter ke wat lain terus mampir ke toko perhiasan & diancam ini itu kalo ga mau beli.

Yuhuuu dan saya ga ngalamin itu sama sekali. Pede dong saya jadinya udah berhasil lolos dari scam grand palace. Halaaah, mana ada orang yang berani nipu cowok setamvan dan seimut saya,, wakakakak. Saya langsung menuju destinasi berikutnya, Wat Pho. Lagi asyik jalan menyusuri liku – liku kehidupan ehh ga sengaja denger percakapan seorang makhluk dengan penampilan ala Biksu Tong Sam Chong di film kera sakti (ehh tulisannya gitu kan ya ??) dengan beberapa bule.....

Tong : “Halo, ini pada mau ke Wat Pho kan ??”

Bule : “Iyeeee

Tong : “Wat Pho untuk sementara tutup karena ada upacara agama. Nanti jam setengah 2 baru dibuka.”

Dan saya langsung percaya begitu saja pemirsaaaaaah. Ini ajaib kayak acara hipnotis di tipi – tipi itu. Saya langsung berhenti dan menghampiri si Entong.......

Saya : “Waduh, ini beneran bos ??”

Tong : “Emmm, I Iyaaaa.... (dengan ragu – ragu sambil memandang saya dari ujung kepala sampe ujung kaki)

Saya : “Jadi jam setengah dua baru buka.”

Tong : (mengangguk pelan dengan tampang agak sinis)

Diiih, aneh banget. Giliran ngomong sama bule – bule meyakinkan banget giliran saya yang nanya kok tampangnya enek gitu kayak mau ngusir lalat aja. Ya udah deh saya pergi. Gapapa deh ya Wat Pho tutup sampe jam setengah 2 biar saya bisa check in ke hostel dulu sekalian istirahat bentar karna masih jam setengah 12. Saya noleh lagi ke belakang ngeliat si Entong. Ebuseeet, udah rame banget yang ngerumunin si Entong. Pada heboh yeeee kalo Wat Pho tutup....

Saya tetep menuju ke Wat Pho karna kebetulan searah dengan hostel. Dan sampe di pintu masuk Wat Pho........... Lahhh itu ada kok orang – orang ngantre di loketnya. Artinya............ Si Entong udah nipu kami semua. Wedeeeew, untung saya ga ikutan heboh kayak bule – bule tadi. Menang banyak nih si Entong dapet korban banyak banget . Tapi kok tadi saya bisa percaya gitu aja yaaa?? Duuuh, ga tau deh, mungkin saya emang terlalu polos (maklum masih 12 tahun, wakakkak). Akhirnya saya membeli tiket (200 Baht) dan masuk tanpa ada masalah.

Bersyukur banget sih ga sampe jadi korban. Tapi kayaknya si Entong juga ga niat nipu saya. Kemungkinannya ada dua antara takut dengan aura kegantengan saya atau emang tahu kalau saya ga punya duit (kayaknya yang kedua sih, huhuhuhu)...........

Note : Jangan pernah percaya kalau ada yang bilang Grand Palace tutup, Wat Pho tutup atau apapun itu. Masih banyak orang yang tertipu sama scam ini. Cuekin aja si Entong dan kawan – kawannya yeeee. Anggap aja mereka itu cuma manusia (yaaa emang manusia sih, wakakaakkak)......

Monday, March 26, 2018

(Satu Jam Saja) Berkeliling Taman Mini Indonesia Indah

Sumber gambar : di sini

Hal yang paling nyebelin ketika ikutan tur yang dipandu agen adalah waktu yang terlalu dibatasin. Maunya explore suatu tempat lebih lama jadinya malah keburu – keburu. Ini cerita waktu saya ikut study tour pas masih kelas 2 SMA (dan jangan tanya kelas berapa saya sekarang ya ?? wakakakak).

Lagi asyik nyanyi – nyanyi di bis ala konser Kangen Band gitu sampelah kami di Taman Mini Indonesia Indah. Wauuuuuw, dulu saya cuma bisa baca TV sama nonton di buku aja (ehh kebalik), sekarang akhirnya bisa ke sini beneran. Teater Imax keong mas (ehh itu kan namaya yeee ?) terbentang di depan mata saya.

“Kalian cuma punya waktu satu jam ya ?? Ingat, satu jam !! Habis itu kalian harus balik lagi baru kita pergi ke Mall,” kata bapak pemandu.”

Heiiii, satu jaaaaaaam ? Gileee aja taman seluas gini cuma diputer – puterin satu jam. Apa – apaan ini ?? Lagian siapa juga yang mau ke Mall ?? Huhuhu, kalo saya ngomong begini terang - terangan mah pasti udah ditimpuk sama temen – temen cewek. Tapi kalo ditimpuk pake pelukan saya mah oke oke aja, #ngarep, wakakakak.

Temen – teman cowok di kelas saya langsung menuju ke Sky lift. Kata mereka sih biar bisa ngelihat Jakarte dari atas. Saya ikutan juga dong. Ehh baru mau naik dan nanya harganya....

Saya : “Berapa bang....”

Petugas : “20 rebu..”

Mampusssss. Saya cuma bawa bekel dari rumah 20 ribu dan itu untuk seminggu selama study tour. Jadi udah tau kan saya bakal ngapain ?? Awalnya sih ngarep yee siapa tau ada yang berbaik hati mau nraktir gitu kan, ehh ternyata gada satupun yang mau #memungut saya. Ya udah akhirnya saya mundur ganteng deh, huhuhu.

Ehhh ternyata ada satu temen saya yang ga ikutan juga. Jalan deh kami berdua keliling ga jelas gitu (cieee yang berduaan). Cuaca waktu itu lagi cerah banget plus panasnya ampun – ampunan jadi berasa di sauna gitu deh. Lagi merenung sambil jalan disapa temen – temen lain yang asyik sepedaan. Huhuhu, kayaknya cuma kami berdua aja makhluk ga jelas yang jalan kaki di situ.

Dan emang yeee taman ini guedeeeeeee banget. Selain berisi rumah adat dari semua provinsi di Indonesia, taman ini juga berisi museum – museum yang keren. Ada museum minyak bumi, listrik, dan lain – lain (duhhh lupa deh saking banyaknya). Saluuut banget sama almarhumah Ibu Tien Soeharto yang punya ide untuk membangun taman ini. Bener – bener bikin saya tambah jatuh cinta sama Indonesia, MERDEKAAAAA.

Sialnya di Taman yang luas dan banyak spot foto yang keren ini kami gada ambil foto satupun. Hp saya jadul banget dan ga cocok untuk ngambil foto sedangkan teman saya yang punya kamera bagus lagi naik sky lift. Ya udah deh mau gimana lagi. Besok – besok kalo ke Jakarta ke sini lagi deh (ngambil satu foto doang terus balik, wkwkwk).

Dan satu jam yang singkat pun berakhir. Balik deh kami ke bus. Rasanya kentang banget gitu deh taman seluas itu cuma dikasi waktu satu jam. Tujuan selanjutnya adalah Mall ITC Cempaka Mas. Dan mau tahu berapa lama dikasi waktu belanja dan muter – muter di sana ?? Tiga jaaaaam............. Saya yang cuma punya duit 20 ribu pun cuma bisa mati gaya muter – muter ga jelas di sana. Nasiiiib.

Monday, March 12, 2018

Menggambar di Taman Kupu-Kupu

Pelajaran apa yang dulu paling temen-temen ga suka waktu masih sekolah ??? 99,9999 % orang bakal menjawab matematika, fisika, dan geng-gengnya itu. Sedangkan saya ?? Huhuhu, saya bakal menjawab dengan lantang................Menggambar. What ?? Seriusan ? Ya, bisa dibilang saya bener-bener benci dan alergi banget sama pelajaran ini.

Kalo menggambar sih saya jago ya (walaupun cuma gambar gunung terus di tengah isi matahari, di depannya ada jalan dan ada kucing sama ayam lagi mandi bola, wakakak). Nah, giliran disuruh mewarnai ini, keok deh saya. Ga pernah ngerti deh teknik-teknik mewarnai yang benar (mungkin saya harus berguru sama Dedy Korbuzier...... #abaikan.....#ganyambung)

Bahkan saking alerginya sama pelajaran ini saya hampir mau masuk jurusan IPS waktu SMA karena kalo jurusan IPS pelajaran seni budayanya lebih ke teater sedangkan kalo di jurusan IPA seni budayanya bakal menggambar terus (ohhh noooo). Duuh, tapi karena bapak saya melotot seolah-olah bakal nelen saya hidup-hidup kalo saya masuk jurusan IPS akhirnya yo wes deh nyerah saya. Tersiksalah saya dalam pelajaran menggambar ini selama dua tahun.

Setelah lulus SMA saya pikir ga bakal ketemu yang namanya menggambar, mewarnai, atau whatever lah itu. Eh ternyata saya harus berhadapan lagi satu lawan satu sama “doi”. Ini terjadi waktu saya kerja sebagai guru di sebuah bimbingan belajar. Kami mengadakan sebuah acara pembagian piala gitu di Kemenuh Butterfly Park, Gianyar. Sebuah taman kupu – kupu yang letaknya kira-kira 20 km dari kota Denpasar.

Awalnya saya asyik-asyik aja dong ya karena kami semua (guru dan murid) naik bus dari Denpasar. Lumayan bisa jalan-jalan gratis walaupun ada kerjanya juga nanti di sana. Saya mah ga mikir yang aneh-aneh. Tuuut Tuuuut, sampailah kita di TKP. Acara dimulai dengan berkumpul dulu di halaman depan. Terus lanjut ke pembagian tim dan grup. Tim dipecah dan dibagi-dibagi. Ada yang lomba menggambar dulu, ada yang tur ke taman kupu – kupunya dulu, dan ada yang pembagian piala dulu.

Tim saya kebagian lomba menggambar dulu. Saya mah tetep stay cool ye toh yang menggambar kan cuma murid. Tugas saya kan cuma ngawasin doang sambil keliling-keliling. Iya, itu yang saya pikirkan awalnya. Tapi ternyata salah pemirsa. Saya dan beberapa guru lain ditugaskan (mendadak) untuk melakukan face painting ke murid-murid. Ya, kami harus menggambar di muka anak-anak kecil yang lucu ini.

Alamak, mimpi apa saya coba ? Sumpah ye, tangan saya mendadak jadi dingin banget. Ni jantung kayak lagi ngebeat – box ria saking paniknya. Menggambar di kertas aja saya remidi apalagi menggambar di muka orang.....

“Ayok Mister, cepetan dikit gambarnya,” kata anak kecil di depan saya yang udah ga sabar mukanya dihancurin sama gambar saya.”

“Eh, iya iya,” kata saya pasrah sambil mulai menggambar.

Duh, saya lihat guru-guru lain kok ya bisa bagus-bagus banget gambarnya. Saya mulai menggambar mengikuti contoh yang ada. Eh, kok aneh. Rasanya kayak agak keras gitu alatnya dan gambar yang saya buat ga bisa berbentuk kayak gambar guru yang lain. Saya cuek bebek aja, dan asal aja menggambar. Yups, dan akhirnya jadi. Saya sampe malu sendiri ngeliat hasil karya saya karena ga jelas banget gambarnya. Weeeew, dan saya nyuruh anak itu balik ke tempat duduk.

Dan saya ga nerima anak untuk digambarin lagi mukanya. No no no. Cukup si anak tadi aja yang jadi korban kebegoan saya ya, hus hus hus, kata saya sambil ngarahin anak-anak ke guru yang lain. Untung akhirnya ada guru baik hati yang memperbaiki “gambar” di muka si anak yang malang tadi dengam gambar yang jauuuuuuh lebih bagus (huhuhu, maafkan daku).

Setelah sesi lomba menggambar sekaligus face painting yang mengerikan itu selesai, kami lanjut ke acara tur. Ini yang saya tunggu-tunggu dari tadi. Masuklah tim kami ke area taman yang berisi kupu-kupu. Walaupun saya ga ngarti dan kurang paham tentang kupu-kupu tapi ya saya nikmatin aje (mumpung gratis kan ye ? Wakakak). Yang penting cekrek cekrek deh.

Overall kegiatannya seru sih dan semua berjalan dengan lancar. Cuma ya gitu deh, kalo inget pengalaman koplak waktu face painting sih kadang bikin saya ketawa ga jelas sendiri. Ada gitu yee orang yang ga bisa menggambar kayak saya ?? Wakakakak..... Yo weslah, yang penting udah jalan-jalan gratis, dapet duit pulak, mantaaaap......

Saturday, March 3, 2018

Takut Nyasar

Auouououoouo. Kali ini mau share tentang pengalaman nyasar saat travelling. Bisa dibilang takut nyasar adalah salah satu alasan mengapa seseorang jadi ragu untuk travelling selain alasan klise seperti ga punya duit, ga ada temen, ga ada mama papa, dan lain-lain. Padahal zaman sekarang udah canggih banget. Udah ada google maps, gps, dan kawan-kawannya yang sangat memudahkan perjalanan kita.

Bahkan salah satu orang yang paling menginsirasi saya, Mbak Trinity yang mengarang buku “The Naked Traveler” mengaku kalo dirinya sangat disoriented, ga tau arah, ga bisa baca peta, dan sering nyasar. Tapi sampai saat ini dia sudah pergi ke lebih dari 80 negara. Mantap ga tuh ?

Kalo saya ?? Jangan ditanya lagi deh. Nyasar itu udah kayak makanan sehari-hari saya. Berdasarkan informasi yang udah saya ubek - ubek di internet sampe mampus sih katanya saya ini penderita disleksia, insomnia, patricia, sia – sia ato apalah itu namanya. Jadi saya sangat kesulitan untuk mengingat jalan. Bahkan saya pernah nyasar waktu mau berangkat ke tempat kerja padahal saya udah kerja hampir 2 tahun di tempat tersebut. Aneh kan ? Ya gitu deh.

Waktu ke Singapura saya turun di stasiun MRT Raffles Place (mau ketemu om Merlion ceritanya). Saya kaget dengan ritme jalan orangnya yang cepet banget kayak dikejar setan. Saya yang ga mau kalah ikut-ikutan jalan cepet dan asal lurus aja ngeduluin mereka. Lama saya jalan kok ga ketemu pintu keluarnya yang saya lihat malah orang-orang pake baju kantoran?? Ternyata saya nyasar dan akhirnya bolak balik belek sampai satu jam buat nyari pintu keluar yang ternyata ga jauh dari tempat saya turun dari MRT tadi... #tepokjidatdulu

Di Kuala Lumpur saya pernah nyasar gara-gara ngikutin map offline yang saya punya di hp. Saya jalan kaki dari hostel saya di Petaling ke Bukit Bintang terus lanjut mau ke Petronas. Kok dari tadi saya dibawa muter-muter sama mapnya ?? Saya nanya ke Satpam yang lagi jaga di suatu perkantoran............

Saya : “Permisi, mau tanya. Arah ke Petronas di mana ??”

Satpam : “Pe – tro ?” (kebingungan)

Saya : “Petronas twin tower.”

Satpam : “Pe - tro ? To - wer ?”

Auk ah gelap, akhirnya saya pamit dan ninggalin doi. Duh, bahkan orang sana bisa ga tau Petronas itu apaan. Dikira nama jajanan kali yeee. Karna setiap tanya ke orang arah yang dikasi selalu beda-beda akhirnya saya jalan pake insting aja. Eh nyasarnya malah jauh banget sampe ke arah menuju Putrajaya. Tapi untung akhirnya nemu juga setelah muter-muter ga jelas sampe baju saya basah banget kena keringat (ga perlu mandi lagi yeee).

Pengalaman nyasar yang agak ngeri-ngeri sedap waktu di Kamboja. Waktu naik mini van dari poipet ke Siem Reap saya diturunkan di suatu tempat antah berantah dan sepi banget. Katanya Siem Reap itu kawasan turis tapi kok kayak ga ada tanda-tanda keramaian ? Nanya alamat hostel ke orang-orang pada ga tau dan mereka juga gada yang bisa Bahasa inggris. Batere Hp saya low. Langit udah mulai gelap lagi. Saat lagi pasrah jalan ga tentu arah untung tiba-tiba ada tuk-tuk yang lewat dan saya langsung berhentiin. Beruntungnya lagi dia tahu tempat hostel saya menginap. Selamat deh saya akhirnya sampe tujuan.

Yang paling nyebelin itu waktu nyasar di Vietnam. Saya udah pasang alarm pengingat di otak saya. Pokoknya jalan lurus terus aja ga usah belok. Oke deh sip saya jalan-jalan bentar kan. Pas mau balik ke hostel saya udah ikut patokan yang saya buat pokoknya lurus terus nanti kalo ada tanda ini langsung belok. Eh tanda yang saya cari ga ketemu-ketemu padahal udah jalan lurus jauh banget sambil celingak celinguk. Duuuh, rasanya waktu itu pengen banget nelen batu saking kesel dan laper (untung ga jadi yee, wakakak).

Di Thailand saya pernah nyasar (lebih tepatnya menyasarkan diri) di Patpong Night Market (kawasan red light district di Bangkok). Mau nyari jalan pulang tapi ga nemu-nemu akhirnya istirahat dulu sambil duduk manja di sekitaran pasar malamnya. Tiba-tiba datang seekor bapak sekitaran umur 30 an menghampiri saya sambil membawa katalog berisi gambar wanita-wanita yang *gitu deh*.....

Bapak : “Bang, silakan dicoba nih. Kita lagi promo nih...”

Saya : “Ah, kagak deh. Makasih.”

Bapak : “Murah kok cuma 100 Baht doang.”

Ebuset,, mata saya langsung melek. Insting matematika saya langsung berpikir. 1 Baht kan 400 an rupiah dikali 100 jadinya 40 ribu (bener kan yeee ?). Anjayyy, murah banget yeee. Baru saya mau iseng nanya seseuatu tiba-tiba doi ngelanjutin.....

Bapak : “Khatoey (banci/transgender) kami di sini termasuk kualitas terbaik.......bla bla bla cuih cuih cuih.”

Bodo amat dah. Kata-kata doi selanjutnya ga saya dengerin lagi. Pantesan ye harganya bisa murah banget gitu. Saya langsung ngacir kabur sebelum kena rayuan-rayuan maut lagi.

Note : Zaman sekarang sudah canggih. Udah bukan saatnya lagi bilang takut nyasar ato segala macam. Saya sendiri yang orangnya aneh, susah nginget jalan, sering nyasar, bahkan ga pernah beli kartu internet di luar negeri masih bisa survive dan ga pernah kapok travelling kok. Jadi ga perlu takut nyasar lagi kan ?? Yuk berangkat.....

Solo Travelling

Auouououoouo. Kali ini saya mau share tentang solo travelling. Sebagai seorang tukang jalan-jalan (#cielaaah) saya tidak pernah masalah kalo harus pergi travelling sendiri ataupun berdua, bertiga atau sekecamatan. Kalo ada yang mau ikut ya monggo kalo engga juga ga masalah.

Selama travelling sih saya lebih lebih sering sendiri karena temen-temen saya selalu banyak alesan kalo diajakin. Ada yang takut diculik alien, ada yang nunggu kaya dulu (basi banget ye), ada juga yang mencibir “hah, travelling ? Mending duitnya dipake buat nyalon cyin”....... Huhuhu, terserah elu deh. Rempong ye cyn,, #ups (ketularan deh).

Kadang-kadang juga saat pergi dengan rombongan saya suka kelayapan sendiri. Sewaktu saya study tour di Jakarta kelas 2 SMA malem-malemnya saya nekat ngeluyur sendiri karna bosen. Eh kenalan deh saya n sok akrab gitu sama anak-anak jalanan di sana. Saya diajak keliling-keliling terus manggang ikan di rumah salah satu dari mereka. Melihat penampilan mereka yang lusuh dan rumah mereka yang jauh dari kata layak membuat saya makin bersyukur karna hidup saya jauh lebih baik dari mereka.

Keberanian saya untuk bepergian jarak jauh sendiri dimulai waktu saya masih SD. Waktu itu saya tinggal di sebuah Panti Asuhan di Jembrana dan saya nekat nyari tebengan truk sendiri ke rumah orang tua di Denpasar karena saat itu libur kenaikan sekolah tapi saya ga punya ongkos buat naik bus kayak teman-teman yang lain. Padahal udah kangen banget sama ortu. Akhirnya saya jalan terseok-seok malem – malem di jalanan sepi sambil gendong tas ransel kecil dan menghampiri salah satu supir truk yang lagi istirahat di jalan..........

Saya : “Bli, mau pergi ke mana ini ?” (dengan senyum imut dan polos)

Supir : “Ke Denpasar gus. Emangnya kenapa ?”

Saya : “Wah, kebetulan saya juga mau ke Denpasar nih. Saya ikut ya bli ?”

Supir : “Emang kamu sama siapa ?”

Saya : “Cuma saya sendiri aja kok bli.”

Supir : (melongo memandang saya dari atas ke bawah)

Yuhuuuu. Dan akhirnya dianter deh saya sampe Denpasar dan bahkan sampe rumah dengan selamat. Si supir sampe heran ada anak kecil yang nekat banget kayak saya kelayapan sendiri malem-malem buat nyari tebengan. Untung saya ga dikira tuyul yee, wkwkkwk.

Waktu SMP saat saya tinggal di rumah kakek saya lebih nekat lagi nyobain naik bus sendiri dari rumah kakek saya di Yogya ke Denpasar. Karna ketagihan jadi setiap liburan pasti selalu pulang pergi sendiri. Kalo lagi beruntung bisa dapet teman duduk yang asyik. Tapi saya pernah apes duduk di samping ibu-ibu sok cantik yang pake balsam plus minyak angin dengan baunya yang aduhai. Udah gitu diajakin ngomong jutek pulak, Males banget kan ?

Ngebolang sendiri juga bebas. Ga perlu saling toleran dengan orang yang kita ajak, bisa bebas ngelakuin apa aja semau kita. Kadang saya bisa duduk lama dan termenung di suatu tempat wisata sampe berjam-jam. Ngapain ?? Ya bengong aja gitu sambil menikmati pemandangan. Suatu hal yang mungkin ga bisa saya lakukan kalo pergi bersama teman.

Suatu hari waktu saya lagi duduk-duduk termenenung di suatu pantai di Lombok (sambil membayangkan cewek cantik). Eh tiba-tiba datang cewek cantik beneran. Doi menghampiri saya yang udah geer banget.....

Cewek : “Emmmm, permisi....”

Saya : “Iyaaaa.....” (ngeluarin senyum terganteng)

Cewek : “Boleh minta tolong fotoin saya ?” (mengeluarkan hpnya)

Jdaaaaaar. Saya pikir doi mau ngajakin saya kenalan. Huhuhu, dan setelah saya fotoin, doi langsung meninggalkan saya dan menghampiri seorang cowok yang kemungkinan besar pacarnya. Weeeew, terus ngapain ga minta tolong ke pacarnya aja buat motoin? Terus gimana kelanjutan hubungan kita ?? #plakk....

Ya, solo travelling memang menyenangkan. Tapi bukan berarti pergi dengan teman itu ga asyik. Semua ada plus minusnya. Kadang saat solo travelling dan mulai bosen sendiri pasti saya kenalan dengan orang yang saya temui di perjalanan. Jadi mau solo, duet atau trio kwek kwek gada masalah yang penting berangkat deh. Cussss.......

Sunday, February 25, 2018

Ini Semarang ??

Sumber gambar : di sini

“Ke Semarang yuuuuk” kata paman saya nyeletuk kepada saya, anak-anaknya, dan keponakannya yang lain. Weeeeew, saya yang tentunya paling semangat. Kapan lagi bisa ke Semarang ? Apalagi saya belum pernah ke sana sama sekali. Langsung deh saya teriak-teriak kayak orang gila saking ga sabar pengen cepet-cepet berangkat.

Jadi waktu itu saya masih SMP kelas 2 dan tinggal di rumah kakek saya di Yogya. Ceritanya lagi liburan semester 1 dan bapak saya lagi nengokin saya ke Yogya untuk memastikan apa saya ini masih jomblo atau udah beranak tiga (dan ternyata saya masih jomblo pemirsah, huhuhu).

Selain bapak, paman dan bibi saya yang dari luar kota (Jakarta, Lampung, Denpasar, dan lain-lain) juga liburan ke Yogya. Rame deh rumah kakek saya udah kayak pasar malem. Nah tiba-tiba pas malem kami lagi ngumpul paman saya nyeletuk begitu. Waktu itu kalo ga salah ada acara nikah atau apa gitu dari salah satu keluarga tante saya di Semarang makanya kita mau diundang ke sana (hadew, lupa ingatan nih saya).

Langsung deh seminggu kemudian kami berangkat. Saya yang paling girang berasa mau liburan jauh ke kutub utara. Jadi regu kami dibagi dalam tiga kloter. Kloter pertama naik mobil siapa gitu (hilang ingatan saya), kloter kedua naik mobil milik saudara tante saya yang dari Denpasar, dan kloter ketiga yang ga ikut ke Semarang. Saya ikut kloter yang kedua.

Perjalanan dimulai. Saya bener-bener ga tidur saking semangatnya. Semarang itu kayak gimana ya ?? Gede ga sih ?? Banyak gedung bertingkatnya ga ?? Kira-kira deket ga sama Manado ?? Susah ga nyari jodoh di sana ? #ehhhhh...... Jadilah di perjalanan saya melek terus sambil mesam mesem sendiri.

Empat jam lebih kami berjalan dan sama sekali gada tanda – tanda kota besar yang terlihat. Dari tadi kok tempatnya sepi macam di desa gitu ?? Bukannya Semarang ga jauh-jauh amat dari Yogya ya tapi kok masih belum sampe dari tadi ?? Mimpi buruk pun dimulai. Tiba-tiba mobil kami memasuki jalanan yang rusaknya bukan main-main. Bener-bener off road banget dah. Mobil sampe berkali-kali goyang-goyang dengan keras.

Perjalanan off road ini bener-bener lama pake banget. Saya udah mulai ga menikmati perjalanannya. Huhuhuhu, gimana bisa enjoy kalo pantat goyang-goyang terus begini ?? Sayang banget ga ada yang muter musik dangdut di mobil biar bisa sambil dangdutan,,,,,, #plakkk

Berjam-jam kemudian yang saya tidak hitung lagi sampailah kami di rumah saudara yang “katanya” di Semarang itu. Iya beneran sampe dan masih di kawasan yang off road itu. Jadi ini namanya Semarang ?? Ya bukan lah pastinya. Biasa kan orang tua suka gitu mentang-mentang kita pergi ke suatu daerah langsung deh nyebutin nama ibukotanya aja padahal kan daerah yang dimaksud bisa jadi masih jauh dari ibukotanya.

Di Semarang KW ini sangat susah mendapatkan air. Masih harus beli. Saya cuma bisa bersyukur bisa tinggal di rumah kakek saya yang punya air sumur dan airnya ga pernah habis. Waktu kami datang bergalon-galon air dibeli supaya kami bisa mandi. Listriknya gimana ?? Sangat prihatin, malem bahkan ga ada penerangan jadi bener-bener hidup tanpa lampu dan cuma ngandelin cahaya HP aja.

Dateng ke sini berasa kayak artis aja. Setiap saya dan sepupu – sepupu lagi jalan pasti warga di sana melihat kami dengan antusias. Selalu dibilang “eh, ada orang dari Jakarta”. Saya sih cuma bisa ketawa-ketawa aja padahal kami juga dari kampung, wakakakakk.

Kurang lebih tiga hari di sana akhirnya kami pamit. Sampe sekarang saya pun masih belum tahu Semarang KW itu ada di desa mana. Biarin kali ye jadi misteri biar kayak novel – novel detektif gitu. Huhuhu, dan lagi-lagi pulangnya harus ngelewatin jalan neraka itu lagi. Saya berharap banget dalam perjalanan pulang ini bertemu dengan Semarang yang sebenarnya tapi toh itu hanya menjadi mimpi (hiks, mewek dulu).

Salah Bayar

Auououoooo, kali ini mau share pengalaman saya yang agak geli-geli bego gimana gitu waktu lagi di Bangkok. Jadi ceritanya saya habis kenyang makan Pad Thai di seputaran Khaosan Road. Saya siap-siap mau bayar dan nanya harganya ke Mpok penjual .....

Saya : “How Much ?” (sok English ceritanya)

Mpok : “Pi Pi Paaaw” (memperagakan angka 5 dan 0)

Ohhhh. 50 Baht. Saya nyari dompet saya di kantong. Loh kok ga ada ???? Eh, baru inget kalo saya ga punya dompet,,, #plakkk. Setelah ngubek-ngubek isi kantong saya menemukan uang logam bertuliskan 50. Hmmm ? Ini 50 Baht kan ya ? Tapi kok kecil ? (ya karna ga gede,, wakakak). Ya udin deh saya langsung bayar pake duit itu dengan polosnya.

Jreng jreng jreng.... Si mpok yang awalnya mengeluarkan senyum sumringah tiba-tiba langsung melotot ke saya. Dia ngeluarin duit dari kantongnya dan ngomong.....


Mpok : “You (menunjuk saya), you (menunjuk dirinya sendiri), you (menunjuk uang yang dia pegang).”

Hah ?? Apaan ?? Kamu, aku dan duit kali ye maksudnya?? Udah kayak judul pilem aja. Saya yang masih bingung (ato memang bego) mencoba bertanya maksudnya....

Saya : “Emmmm, sorry..... I.....”

Mpok : “No no no.... You, you, you (lagi – lagi menunjuk hal yang sama). Kap kap cang cing cung bleh bleh dodolimpret.”

Mampus. Saya ga ngerti doi ngomong apa. Tapi saya lihat lagi duit yang dia pegang. Ohhh, mungkin artinya saya harus bayar ke dia pake duit kertas 50 Baht kayak yang dia pegang. Saya mencoba bertanya dengan Bahasa jawa karna toh pake Bahasa inggris juga kagak ngerti doi....

Saya : “Oh,, ngono to, artine aku mesthi mbayar nganggo duit kaya sing kowe gowo kuwi ?? (sambil nunjuk duit yang dia pegang).”

Mpok : “Yes yes...”

Yeee, diajak Bahasa jawa baru deh ngerti. Akhirnya saya ngeluarin duit kertas 50 Baht dan bayar habis itu pulang ke hostel sambil bingung. Jadi uang koin yang saya bawa ini berapa Baht dong ? Tulisannya 50 kok tapi kenapa ga bisa dipake bayar ? Saya browsing deh di google mulai dari kata kunci scam uang palsu di Bangkok, uang koin 50 Baht, bahkan hampir mau nanya ke grup Backpacker di facebook segala (untung ga jadi , wkwk).

Daaaaaan. Ya elah,, setelah ngubek-ngubek di google ternyata saya baru tahu kalo uang koin yang saya bawa itu bukan 50 Baht tapi 50 satang (setengah baht). Yeee, mana saya tahu. Pantesan si Mpok langsung melotot ibarat harga makananya 20 ribu masak mau dibayar pake 200 rupiah ?? Kirain nominal paling kecil di Thailand itu 1 Baht ternyata masih ada yang lebih kecil. Semacam sen lah ya kalo di negara lain. Huhuhu, untung saya ga ngotot sama si Mpok.

Note : Rata-rata mata uang di beberapa negara memiliki satuan lebih kecil yang disebut sen. Ada juga beberapa negara yang menggunakan nama lain untuk satuan lebih kecil ini misalnya centavo untuk mata uang peso, centesimo untuk mata uang balboa panama, centas untuk mata uang litas Lithuania, pence untuk mata uang pound Inggris, paisa untuk mata uang rupee India, dan lain-lain. Oh ya, saya bahkan baru tau kalo rupiah Indonesia pernah punya satuan sen dulu tapi akhirnya tidak dipakai lagi (duhh, katroknya saya).

Monday, February 12, 2018

Shopping dan Travelling

(Sumber gambar: Thinkstockphotos.com)

Bagi sebagian orang Shopping dan travelling itu dua hal yang tak terpisahkan. Buat apa kita pergi jauh – jauh ke tempat A kalo ga beli macem-macem di sana ?? Udah naik pesawat manjah-manjah membahana terus di destinasi tujuan cuma numpang selfie doang terus pulang ?? Helloooouw, gue ga bisa digituin yawww.....

Saya pribadi justru berpikir sebaliknya. Setiap travelling ke manapun paling males beli ini itu. Selain nambah-nambahin beban di tas dan beban hidup juga malah bikin pengeluaran makin membengkak (mending uangnya ditabung buat next trip atau keperluan hidup). Tapi bukan berarti saya ga menghargai mereka yang hobi shopping lo. Tiap orang punya hal yang disukai dan kita harus saling menghargai. Ok ???

Ga perlu jauh-jauh yee, bahkan setiap saya main ke mall yang ga jauh dari rumah ngeliat barang apapun mau branded atau ga ngeliat diskon 50 % sampe 90 % kagak tertarik sama sekali (kalo 100 % sih saya mungkin baru berpikir,, wakakak). Mungkin saya memang katrok atau ndeso kali jadi ga ngerti hal begituan. Pokoknya saya ga tertarik sama sekali belanja barang ini itu kecuali barang-barang kebutuhan pokok yang bener-bener saya perlu.

Saya jadi inget waktu masih SMA sekolah kami study tour ke Jakarta dan salah satu agendanya ke salah satu Mall di sana. Kami diberi waktu 3 jam untuk belanja. Saya paling cuma keliling-keliling ga jelas dan ga beli apapun. Tenggg, dan waktunya selesai, saya balik ke bus. Selama setengah jam lebih bus kami belum jalan. Ternyata ada dua orang yang masih shopping dan belum balik. Satu jam kemudian.....

Teman saya : “Ini kok masih belum jalan-jalan ya busnya??”

Supir : “Maaf dek, ini lagi nunggu dua orang lagi......”

Teman lain : “Emmmm, pak supir, teman saya sms barusan. Katanya dia kejebak hujan di Mall. Dia ga mau ke sini kalo ga ada yang jemput dia pake payung....”

Ting Tong..... Saya cuma bisa terbelalak. Astaga, enak bener ya minta dijemput terus dipayungin. Situ sehat ?? Dan bener aja ke dua artis itu akhirnya dijemput pake payung sambil bawa belanjaan segambreng (untung saya ga ledekin Sarimin pergi ke pasar). Kami semua yang udah nungguin dari tadi cuma bisa geleng – geleng kepala aja. Untung mereka cakep-cakep ehhhh ......... #gagalfokus

Yang membuat saya heran adalah kalo belanja dikasi waktu lama banget tapi giliran kami ke Taman Mini Indonesia Indah waktunya cuma dikasi satu jam doang. What ?? Tempat wisata segede gambreng gitu sejam mana cukup. Jadi ini tujuannya mau Study Tour atau Shopping Tour ?

Lain lagi waktu kampus saya study tour ke Bandung dan Jakarta tahun lalu. Bisa-bisanya kami di Bandung ga main ke obyek wisata sama sekali tapi malah perginya ke tempat – tempat shopping sepatu, baju, dan tas. Udah gitu dikasi waktu lama banget pulaaaak. Hedewwww, #garukgarukbokonglagi..........

Besoknya kejadian yang hampir sama terulang lagi ketika ke Jakarta. Jauh-jauh ke sana malah mampir ke Mall tiga jam lebih (sampek saya bener-bener mati gaya karna ga tau mau ngapain saking lamanya nunggu). Ehhh, giliran ke tempat wisata pergi satu jam aja udah disuruh cepet-cepet balik.

Makanya sampe sekarang saya paling males travelling pake tour agent atau apapun itu dan lebih tertarik ngurus semua sendiri. Selain karna harga paket tur bikin saya cuma bisa ngelus dada (iyaa, dada saya sendiri kok), saya juga ga tertarik sama shopping tour. Males banget kan kalo udah bayar mahal-mahal tapi malah banyakan wisata belanjanya daripada jalan-jalannya.

Tahapan Proses Imigrasi di Border Kamboja - Vietnam

Auououoooo, kali ini mau share tentang proses imigrasi di Border Kamboja – Vietnam. Bisa dibilangnya prosesnya gampaaaaaaang banget, ga ribet, no scam, ga perlu bayar-bayar, ga perlu nego say. Tinggal klik, ketemuan, langsung deal deh, wakakak. Jadi bagaimana tahapan proses imigrasi kalau kita naik bus dari Kamboja ke Vietnam? Cekidot.....

1. Paspor dikumpul ke kenek bus = Jangan khawatir ye kalo misalnya paspor dimintain sama kenek dari awal kita naik bus. Mereka biasanya udah kerjasama dengan imigrasi Vietnam jadi mereka udah punya capnya. Penumpang yang lain udah pada panik paspornya diambil udah kayak mau disembelih aja. Saya yang udah tau dari baca – baca di blog mah sante-sante aja. Tiba giliran saya dihampirin kenek bus......

Kenek : “Paspormu ?”

Saya : (menyerahkan paspor)

Kenek : “Ahh, Indonesia” (matanya berbinar – binar kayak lagi ngeliat artis)

Saya : “Hehehe” (ceritanya udah kegeeran)

Kenek : “Baru kali ini saya lihat ada orang Indonesia naik bus ini. Biasanya kan orang Indonesia kaya – kaya naik busnya pasti M*k*ng *xpr*ss atau G*ant Ib**. Mana mau naik bus yang begini.”

Anjay, berarti gua kere dong. Weeeew, saya cuma bisa diam dan tidak berkomentar. Huhuhu..... Sak karepmu wes.

2. Pura-pura ngantre di imigrasi Kamboja = Iyeee bener. Jadi sampe di imigrasi Kamboja kita disuruh turun. Kita udah bingung aja lah paspor kita aja dibawa mereka terus mau ngapain turun di imigrasi. Kita udah bikin dua antrian ular naga panjangnya terus si kenek nyuruh kita pecah lagi jadi empat antrian gitu. Kita nurut dong ya,, eh baru kita selesai bikin antrian rapi-rapi udah langsung disuruh naik bus lagi. Gitu doang ?? Hmmm, menarik....,

3. Semua Barang Bawaan dibawa ke Imigrasi Vietnam = Iyee, semua mulai dari tas, koper, dan selingkuhan harus dibawa karna bakal di-scan. Untung saya cuma bawa satu tas ransel seukuran punyanya dora the explorer jadi ga rempong kayak yang lain.

4. Nunggu nama dipanggil = Jadi di imigrasi Vietnam tinggal nunggu nama kita dipanggil aja. “Painem”, “Mukijo”, “Sarimin”, satu persatu pada ngambil paspornya setelah dipanggil. “Tom Krus”,, baru deh saya maju dengan gaya Mr Universe sambil melambaikan tangan ke fans-fans saya terus meninggalkan mereka yang kayaknya udah berkaca-kaca karena ga mau saya pergi, wakakak. Jadi ga ada scan wajah, sidik jari atau apapun itu.

5. Scan Barang Bawaan = Ini sebenernya cuma sekedar formalitas aja sih soalnya yang jaga juga kadang ada kadang menguap entah ke mana.

6. Selfie setelah keluar dari imigrasi = Eh tahapan macam apa ini ?

7. Naik bus lagi = Udah gitu doang. Habis itu kelar deh urusan kita bisa naik bus lagi terus bobok ganteng karena dari border ke kota Ho Chi Minh masih 3 jam lagi. Gampang kan prosesnya ? Tapi ini berdasarkan bus yang saya naiki lo, kalo naik bus yang lain mungkin bisa beda lagi. Monggo bagi yang mau mencoba sensasinya melewati border ini,, silakan....