Pages

Friday, December 21, 2018

Wanita Tangguh Pejuang Mimpi

Beberapa bulan yang lalu.....

“Kamu lagi di mana ? Di Indonesia kah ?” tanya wanita itu dalam sebuah chat di facebook.

“Iya, kenapa ?” tanya saya balik.

“Liburan ini mau ke mana ?” tanyanya lagi.

“Ga tahu, Myanmar mungkin,” jawab saya asal.

“Woooow, kalo kamu ke sana, aku ikutan dong,” balas wanita itu.

GLEEEK. Entah mimpi apa saya wanita ini mengajak saya ngebolang bareng....

********

Wanita.... Aihhh, membicarakan topik ini memang tidak akan pernah ada habisnya. Wanita adalah sosok yang luar biasa. Tanpa mereka tentu kita semua tidak akan pernah terlahir ke dunia bukan ? Dan saat ini kita sedang memperingati hari ibu, hari untuk mengapreasi wanita – wanita tangguh yang telah berjuang untuk mengandung, melahirkan, dan membesarkan anaknya. Bahkan tidak sedikit yang hampir atau telah kehilangan nyawanya demi sang buah hati.

Kali ini saya akan bercerita tentang kakak saya, sosok wanita tangguh yang telah memberikan banyak inspirasi untuk saya. Sejak kecil doi suka sekali membaca buku cerita tentang petualangan karya Enid Blyton seperti Lima Sekawan, Pasukan Mau Tahu, Sapta Siaga, dan lain – lain. Buku – buku itu dipinjam dari temannya dan dibawa pulang ke rumah.

Namanya juga sama – sama suka membaca, sayanya ikutan pinjam dong. Eh ternyata ceritanya seru dan saya ketagihan membaca. Kami berasa dibawa ke dimensi yang berbeda. Lalu sampailah kami di suatu frekuensi mimpi yang sama. Kami mau mengalami itu, kami mau merasakan indahnya petualangan, menjelajahi dunia.

Karakter kami sangatlah berbeda. Saya tipe orang yang sangat hemat. Walaupun uang jajan saya sehari waktu SD dulu hanya 1500 (sedangkan teman - teman saja yang lain saja minimal 20 ribu), saya tidak pernah belanja sama sekali. Uangnya selalu saya tabung dan biasanya saya pakai untuk membeli buku komik atau buku cerita kesukaan saya.

Sedangkan kakak saya ? Jangan ditanya deh. Borosnya gak ketulungan. Uang jajannya yang 2000 setiap harinya itu pasti selalu habis, bahkan kurang. Kalo udah kurang larinya ke siapa ? Ya pasti ke saya. Biasanya dia akan memohon – mohon gitu deh supaya saya mau pinjemin dia duit (walaupun pada akhirnya juga ga dikembaliin sih, hehe).

Seperti yang sudah pernah saya ceritakan di postingan sebelumnya, kami harus dititipkan di panti asuhan karena orang tua kami sudah tidak sanggup lagi menanggung biaya sekolah dan hidup kami. Saya yang waktu itu masih SD dititipkan ke sebuah panti asuhan di Negara, sekitar 120 an km dari tempat tinggal orang tua kami di Denpasar. Kemudian kakak saya yang beranjak kelas 3 SMP dimasukkan ke Panti Asuhan di Dalung, berjarak 12 km dari Denpasar.

Berbeda dengan saya yang hidup secara nomaden seperti manusia purba yang berpindah – pindah dari Negara kemudian ke Yogya saat SMP dan kembali ke Denpasar saat SMA dan kuliah, kakak saya terus tinggal di panti asuhan sampai dia kuliah. Kami sama – sama melalui proses hidup yang cukup berat. Tapi, proses itu menjadikan kami pribadi yang matang.

Perubahan pun terjadi. Sang Upik Abu pun berubah menjadi Cinderbolong eh Cinderella. Kakak saya berhasil menjadi orang pertama di keluarga inti kami yang pertama kali naik pesawat dan mengunjungi kota Jakarta (yang merupakan kota impian saya juga) saat dia study tour waktu SMK. Itu pake uang siapa ? Uangnya sendiri lah, karena dia bekerja di restoran sambil sekolah.

Saya pun termotivasi dan menyusulnya beberapa tahun kemudian saat SMA juga. Akhirnya saya bisa naik pesawat dan melihat kota Jakarta dengan mata kepala sendiri. Rasanya sangat terharu dan bahagia. Siapa yang membantu biayanya ? Tentunya si wanita tangguh tadi.

Lalu satu persatu mimpinya menjadi nyata. Beberapa tahun lalu doi lulus kuliah dan lagi – lagi dia orang pertama di keluarga yang meraih gelar sarjana. Termotivasi ? Pastinya, dan puji Tuhan Bulan September kemarin pun saya berhasil menyusulnya dan meraih gelar juga. Sungguh, nikmat Tuhan memang selalu ada dalam setiap proses kehidupan.

Gebrakan yang besar terjadi di tahun lalu ketika kakak saya berhasil menginjakkan kakinya ke Bangkok. Ya, wanita ini sekali lagi membuktikan tidak ada mimpi yang terlalu tinggi, semua pasti akan ada masanya. Lagi – lagi dia menjadi orang pertama di keluarga berhasil yang menginjakkan kaki ke luar negeri. Dia saja yang boros bisa, masak saya yang suka menabung gini ga mampu ? Dan keajaiban terjadi, beberapa bulan kemudian saya pun bisa ke luar negeri berbekal doa, tekad dan usaha.

Sejak itu kami jadi sering traveling dengan jalan kami masing - masing. Foto kami di sosial media pasti hampir selalu bertema traveling. Hingga beberapa bulan yang lalu kakak saya mengajak traveling bareng. Whaaaat ? Sayanya langsung kaget. Saya langsung berimajinasi yang aneh – aneh dan liar...

Kami tipe petualang yang berbeda. Kakak saya tipe traveler yang “high class”. Traveling bawa koper gede, tidurnya di hotel berbintang, suka banget belanja barang bermerk, makan di restoran mewah. Waktu liburan ke Bangkok saja dalam seminggu habis hampir 10 jeti, terus ke Singapura dua harian habis sekitar 8 jeti.

Berbeda dengan saya. Traveling selalu bawa satu backpack ala Dora The Explorer (sambil nyanyi aku peta, aku peta), tidur di hostel rame – rame, kadang tidur di bandara, sering jalan kaki, makan ya paling di pinggir jalan, ga suka belanja. Tiga hari di Bangkok aja ngabisin duit ga sampai satu jeti, dua hari di Singapura 500 ribu bisa survive. Maklum lah, gaji saya aja sepertiga gajinya dia. Beda pemasukan ya beda gaya hidup lah, hehe.

Tapi bagaimana kalau dua traveler yang berbeda ini bersatu ? Pastinya bakal menantang banget dan bakal banyak kejadian – kejadian yang seru. Baru saja saya membayangkan imajinasi liar ini ternyata saya baru sadar, tanggal kami tidak cocok dan berbenturan. Ya sudahlah, berarti belum jodoh. Semoga suatu saat nanti saya dan wanita tangguh ini bisa ngebolang bareng dan menghasilkan cerita yang seru dan pastinya akan saya share di sini juga.

Note : Salah satu mimpi terbesar kami adalah pergi ke yu - es, negara tempat Tante Liberty tinggal. Tapi, fakta yang mengejutkan adalah doi punya pacar orang asli sono. Dan yang bikin saya ngiler adalah pacar kakak saya rencananya bakal membiayai doi ke yu-es dan bakal bantu pengurusan visanya yang super duper ribet itu. Alamaaaaaaak, enaknyaaaaaa. Lalu apakah kakak saya juga yang akan menjadi orang pertama di keluarga kami yang menginjakkan kaki ke yu – es ? Huhuhuhu. Atau jangan – jangan saya yang akan lebih dulu ke sana ? (amiiiiiin). Yah, ga ada masalah sih siapa yang bakal ke sana duluan. Yang jelas saya sangat kagum dengan kakak saya ini, wanita tangguh yang sangat luar biasa dan selalu menjadi inspirasi.

Sunday, December 16, 2018

Ketika Mimpi Menjadi Nyata

Nguuuung nguuuuung nguuuung, ckiiiiiit........... Sebuah pesawat melaju tepat di atas kepala seorang anak kecil, mendesingkan bunyinya yang gagah melintasi cakrawala. Anak kecil itu mendongak ke atas , memandang burung besi itu dengan penuh antusias. Tangannya mulai dilipat, iapun menutup mata, sambil membisikkan kata.....

“Ya Tuhan, aku ingin sekali bisa naik pesawat. Aku ingin bisa mengelilingi dunia. Ga apa – apa deh walaupun cuma naik pesawat – pesawatan dari kertas, yang penting bisa keliling dunia, amiiiiiin............”

*****************

Sejak kecil saya punya mimpi untuk bisa berkeliling dunia. Saya suka sekali membaca dan belajar sesuatu tentang negara – negara di dunia mulai dari ibukotanya, budayanya, tempat wisatanya, iklimnya, pokoknya semuanya deh. Rasanya seolah – olah saya tersihir dan merasakan seperti ada di negara tersebut.

Tapiiii.... Dulu saya tidak pernah menanggapi mimpi itu serius. Saya terlahir dari keluarga yang tidak mampu. Wong makan aja masih susah, seringnya makan nasi sama garam tok kok malah ngarep bisa jalan - jalan ke luar negeri ??? Helllouw, udah sana cuci piring, Warjito, jangan kebanyakan ngelamun ye” kata emak saya sambil bawa pentungan segede gambreng.

Kondisi keuangan keluarga saya yang makin memburuk, SPP yang tidak kunjung dibayar selama tiga tahun (buseeet, itu SPP apa cicilan motor yeee ?) membuat saya dan kakak saya harus pindah sekolah dan dititipkan ke panti asuhan (saya waktu itu masih SD, masih imut - imutnya dan kakak saya masih SMP).

Tapiiii, kami dimasukkan ke dua tempat yang berbeda. Kakak saya dimasukkan ke panti asuhan yang berjarak hanya 11 km dari tempat tinggal orang tua kami, sedangkan saya, harus berpisah dengan orang tua saya sejauh 120 - an km. Alasannya sih karna kakak saya cewek dan pantinya kebetulan udah penuh bertepatan dengan masuknya kakak saya (huhuhu, yo weslah, terima nasib yeee)

Sedih pastinya karena harus berpisah dari orang tua, tapi di sana saya mulai belajar mandiri. Saya belajar banyak hal mulai dari menyapu, mengepel, membersihkan kandang sapi, mencari rumput, bangun pagi, dan banyak hal lain. Dan setiap libur sekolah saya berani pulang sendiri ke rumah orang tua saya naik bus dan kalau mentok gada duit biasanya saya numpang naik truk yang mau ke denpasar dengan modal muka memelas dan sok SKSD gitu (dan metode ini selalu berhasil, huahahaaha).

Ketika masuk SMP saya pindah ke Yogya dan tinggal bersama kakek saya. Di sini saya semakin digembleng lagi. Semakin jauh dari orang tua dan saya jadi makin mandiri. Saat libur sekolah pun saya selalu pulang naik bus sendiri ke Denpasar dan tentunya selalu mengalami pengalaman yang seru dan unik mulai dari dikejar preman, terkunci di toilet bus yang rusak, supir bus yang ga tau jalan, kenalan sama cewek cantik dan lain – lain.

Skip skip skip saya melanjutkan SMA dan kuliah di Bali. Saya kos sendiri dan mencari uang untuk kuliah, kos, makan, dan semuanya dengan hasil keringat sendiri. Dengan begitu banyaknya pengeluaran dan hambatan dalam hidup makin membuat saya pesimis, apa saya bisa ke luar negeri ? Awalnya saya ragu dan mulai melupakan mimpi itu. Tapi tiba – tiba saya dikejutkan dengan sebuah kabar, kakak saya akan pergi ke luar negeri untuk pertama kalinya bersama dengan teman – temannya.

Wauuuuuw, entah kenapa saya tiba – tiba jadi bersemangat. Kakak saya saja bisa masak saya nggak bisa sih ? Dan semangat itu yang memotivasi saya untuk mmulai giat menabung. Yap, dan akhirnya Tuhan pun berkata “Waktumu telah tiba”, ajaaaiiiib, rejeki mulai berdatangan dari Tuhan dan saya bisa menabung uang yang cukup. Mimpi saya pun bisa menjadi nyata. Saya berhasil menginjakkan kaki di Malaysia dan juga Singapura tepat setahun yang lalu. Ga ada satupun yang bisa menghalangi kalau memang “sudah waktunya”.

Ternyata memang pengalaman adalah guru yang terbaik. Tuhan sudah mempersiapkan saya dari kecil agar saya bisa lebih siap saat ini. Seandainya saya tidak tinggal di panti asuhan dan tinggal di rumah kakek saya di Yogya belum tentu saya berani solo traveling sekarang, belum tentu saya jadi pribadi yang lebih sabar, belum tentu saya bisa memanage pengeluaran dengan baik, belum tentu saya bisa kuat jalan belasan kilometer tanpa istirahat, dan banyak lagi hal yang tidak mungkin bisa saya lakukan kalau saya tidak melalui semua proses ini. Aiiih, saya sangat bersyukur bisa melalui proses hidup yang berharga ini.

Postingan saya ini tidak bermaksud menggurui tapi hanya ingin berbagi pengalaman dan juga memberikan motivasi terutama bagi yang punya mimpi sama seperti saya tapi belum “diberikan kesempatan itu”. Percaya deh, ga ada yang mustahil di dunia ini. Saya berhasil membuktikannya. Tetap berdoa dan berusaha, hadapi semua proses hidup yang ada, nanti pasti akan ada waktunya. Salam Travelling, auouououououuouououo.................